Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas
Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas merupakan wujud dari pemenuhan hak penyandang disabilitas atas akses keadilan.

Layanan Peradilan yang inklusif sendiri merupakan layanan peradilan yang memastikan adanya kesetaraan dan penghargaan atas perbedaan (termasuk disabilitas) sebagai bagian dari keberagaman. (Selanjutnya, dalam dalam artikel ini, menggunakan istilah peradilan yang inklusif)

Prinsip dasar Layanan Peradilan yang inklusif adalah prinsip equality before the law (setiap orang sama dan setara kedudukannya di hadapan hukum). Artinya, bahwa tidak boleh ada diskriminasi dalam proses peradilan atas dasar apapaun termasuk atas dasar disabilitas.

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas

Dasar Hukum

Dasar hukum layanan peradilan yang inklusif adalah:

  1. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di  dalam hukum”
  2. CRPD (The Convention on the Rights of Persons with Disabilities/Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas): Pasal 3, Pasal 12-13
  3. UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: Pasal 9
  4. PP No. 39 Tahun 2O2O tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan.

Ciri-Ciri Layanan Peradilan yang Inklusif

Sistem peradilan yang inklusif memiliki ciri-ciri bahwa setiap layanan dapat diakses oleh semua orang tanpa membedakan kondisi-kondisi tertentu. Termasuk di dalamnya dalah kondisi dari kelompok rentan.

Ciri lainnya, bagi penyandang disabilitas, layanan peradilan yang inklusif berarti bahwa tidak ada hambatan dan diskriminasi. Hal ini diwujudkan dengan:

  1. adanya perspektif disabilitas dari penyedia layanan
  2. adanya penghormatan atas martabat yang melekat
  3. adanya pengakuan sebagai subyek hukum
  4. tersedianya sarana & prasarana yang aksesibel
  5. tersedianya akomodasi yang layak (sesuai dengan ragam dan kebutuhan penyandang disabilitas).

Prinsip Layanan Disabilitas dalam Proses Peradilan

Hal yang menjadi prinsip layanan disabilitas dalam proses peradilan adalah:

  1. Adanya kemudahan akses bagi penyandang disabilitas dalam setiap proses peradilan
  2. Adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memudahkan dal setiap proses peradilan. Sarana dan prasarana yang dimaksud harus disesuaikan dengan ragam disabilitas, serta kebutuhan dan hambatan dari penyandang disabilitas.

Hal yang tak kalah penting dalam mewujudkan layanan peradilan yang inklusif, termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, adalah:

  1. Perlunya peningkatan kapasitas sumber daya lembaga peradilan
  2. Adanya kemitraan antara lembaga peradilan, pengada layanan, dan organisasi disabilitas.

Note: Infografis Layanan Peradilan yang Inklusif dapat diunduh di sini.

 

Penilaian Personal bagi Penyandang Disabilitas
Penilaian Personal bagi Penyandang Disabilitas

Penilaian personal bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan penting untuk dilakukan. Termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Yakni terkait dengan pemenuhan hak atas akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.

Penilaian personal bagi penyandang disabilitas ini diatur dalam PP No. 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

Dalam rangka pemenuhan akomodasi yang layak perlu untuk dilakukan penilaian personal terlebih dahulu. Untuk itu pihak yang berkewajiban menyediakan akomodasi yan layak perlu untuk mengajukan permintaan penilaian personal. Hal ini penting agar bentuk akomodasi yang layak yang diberikan sesuai dengan ragam dan kebutuhan penyandang disabilitas yang bersangkutan.

Penilaian Personal bagi Penyandang Disabilitas

Penilaian personal sendiri adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak.

Sementara definisi akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Siapa yang dapat mengajukan permintaan penilaian penilaian personal?

Yang dapat mengajukan permintaan penilaian personal adalah lembaga yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan berkewajiban menyediakan akomodasi yang layak. Dalam kaitannya dengan proses peradilan, maka lembaga yang dimaksud adalah lembaga penegak hukum dan lembaga lain yang terkait proses peradilan.

Lembaga penegak hukum yang dimaksud adalah:

  • Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
  • Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga lain yang terkait proses peradilan adalah:

  • rumah tahanan negara
  • lembaga penempatan anak sementara,
  • Lambaga pemasyarakatan
  • lembaga pembinaan khusus anak,
  • balai pemasyarakatan
  • organisasi advokat
  • lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.

Lalu kepada siapa permintaan penilaian personal diajukan?

Permintaan penilaian personal diajukan kepada :

  • dokter atau tenaga kesehatan lainnya; dan/atau
  • psikolog atau psikiater.

Note: Infografis penilaian personal bagi penyandang disabilitas dapat didownload di sini.

Infografis Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan
Akomodasi Yang Layak Dalam Proses Peradilan

Akomodasi Yang Layak Dalam Proses Peradilan. Secara tegas diatur dalam PP No. 39 Tahun 2020. Pemenuhannya penting dalam hal terkait penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas.

Infografis Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan

Akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Siapa yang harus menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan?

PP No. 39 Tahun 2020 menyebut secara tegas bahwa Lembaga Penegak Hukum wajib menyediakan Akomodasi yang Layak.

Yang dimaksud Lembaga Penegak Hukum di sini adalah:

  • Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya;
  • Mahkamah Konstitusi
  • Lembaga lain yang terkait dalam proses peradilan: antara lain, rumah tahanan negara, lembaga penempatan anak sementara, lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, balai pemasyarakatan, organisasi Advokat, dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.

Dalam menyediakan akomodasi yang layak, Lembaga Penegak Hukum mengajukan permintaan penilaian personal kepada dokter atau tenaga keshatan lainnya, dan/atau kepada psikolog atau psikiater.

Penilaian Personal adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan, dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak.

Akomodasi yang layak diberikan berdasarkan ragam disabilitas yang meliputi:

  • disabilitas fisik
  • disabilitas intelektual
  • disabilitas mental
  • disabilitas sensorik
  • disabilitas ganda atau multi.

Akomodasi yang layak terdiri atas pelayanan serta sarana dan prasarana.

Pelayanan, paling sedikit terdiri dari:

  • perlakuan nondiskriminatif;
  • pemenuhan rasa aman dan nyaman;
  • komunikasi yang efektif;
  • pemenuhan informasi terkait hak penyandang disabilitas dan perkembangan proses peradilan
  • penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh
  • penyediaan standar pemeriksaan penyandang disabilitas dan standar pemberian jasa hukum.
  • penyediaan pendamping disabilitas dan/atau penerjemah.

Sedangkan sarana dan prasarana, diberikan sesuai ragan disabilitas, serta disesuaikan dengan kondisi hambatan yang dimiliki penyandang disabilitas.

Bentuk akomodasi yang layak bagi difabel dapat dilihat di sini.

Peran Serta Masyarakat

Masyarakat dapat berperan serta dalam pemenuhan hak akomodasi yang layak melalui:

  • pendampingan penyandang disabilitas dalam proses peradilan
  • pemantauan terhadap proses peradilan penanganan perkara penyandang disabilitas
  • penelitian dan pendidikan mengenai akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan
  • pelaksanaan sosialisasi mengenai hak penyandang disabilitas serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan akomodasi yang layak.

Note: Infografis Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan dapat didownload di sini.

Bentuk Akomodasi Yang Layak dalam Proses Peradilan

Bentuk Akomodasi Yang Layak dalam Proses Peradilan diberikan agar penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum dapat menikmati haknya secara penuh. Termasuk di sini adalah perempuan disabilitas dan anak disabilitas yang menjadi korban kekerasan.

Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan. Adanya akomodasi yang layak dalam proses peradilan merupakan wujud dari sistem peradilan yang inklusif.

Berdasarkan PP No. 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, akomodasi yang layak diberikan berdasarkan ragam disabilitas.

Akomodasi yang layak diberikan dalam setiap proses peradilan. Diberikan oleh Lembaga Penegak Hukum. Akomodasi yang layak terdiri atas Pelayanan serta Sarana dan Prasarana.

Bentuk Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan
Infografis: Bentuk Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan

Pelayanan

Akomodasi yang layak yang berbentuk pelayanan, minimal berupa:

  • perlakuan nondiskriminatif
  • pemenuhan rasa aman dan nyaman
  • komunikasi yang efektif
  • pemenuhan inforrnasi terkait hak Penyandang Disabilitas dan perkembangan proses peradilan
  • penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh
  • penyediaan standar pemeriksaan Penyandang Disabilitas dan standar pemberian jasa hukum
  • penyediaan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah.

Sarana dan Prasarana

Adapun bentuk akomodasi yang layak yang berupa sarana dan prasarana, diberikan berdasarkan ragam disabilitas sertya disesuaikan dengan kondisi hambatan yang dialami penyandang disabilitas.

Sarana dan prasarana yang diberikan kepada penyandang disabilitas yang memiliki hambatan penglihatan, paling sedikit terdiri atas: komputer dengan aplikasi pembaca layar, laman yang mudah dibaca oleh Penyandang Disabilitas, dokumen tercetak dengan huruf braille, dan/atau media komunikasi audio.

Sarana dan prasarana yang diberikan kepada penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dengan pendengaran atau wicara atau komunikasi, minimal berupa: papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya, dan/atau alat peraga.

Bagi penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dengan mobilitas, maka sarana dan prasarana yang diberikan minimal berupa: kursi roda, tempat tidur beroda, dan/atau alat bantu mobilitas lain sesuai dengan kebutuhan.

Kemudian untuk penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dengan mengingat dan konsentrasi, maka sarana dan prasarana yang diberikan minimal berupa: gambar, maket, boneka, kalender, dan/atau alat peraga lain sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu, untuk penyandang disabilitas dengan hambatan intelektual, sarana dan prasarana yang dibutuhkna minimal berupa: obat-obatan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan.

Lalu sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas dengan hambatan perilaku dan emosi, minimal berupa: obat-obatan, fasilitas kesehatan, ruangan yang nyaman dan tidak bising, dan/atau fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan.

Bagi penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dalam mengurus diri sendiri, maka sarana dan prasarana yang dibutuhkan minimal berupa: obat-obatan, ruang ganti yang mudah diakses, dan/atau keperluan lain sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu, sarana dan prasarana juga diberikan berdasarkan hambatan yang dialami penyandang disabilitas berdasarkan dari hasil penilaian personal. Penilaian personal adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak.

Sarana dan Prasarana Lainnya

Selain yang telah disebutkan di atas, sarana dan prasarana lainnya yang perlu disediakan oleh Lembaga Penegak Hukum adalah:

  • ruangan yang sesuai standar dan mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas
  • sarana transportasi yang mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas ke tempat pemeriksaan sesuai dengan kewenangannya
  • fasilitas yang mudah diakses pada bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Note: Infografis Bentuk Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan versi pdf dapat didownload di sini.

Infografis Dasar Hukum Penyediaan Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas
Infografis: Dasar Hukum Akomodasi yang Layak

Infografis: Dasar Hukum Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas, termasuk dalam proses peradilan, diperlukan untuk menjamin terpenuhinya hak penyandang disabilitas dalam mengakses keadilan secara penuh. Hal ini merupakan upaya untuk menghilangkan atau setidaknya untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi yang kerap terjadi saat penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.

Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Infografis Dasar Hukum Penyediaan Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas

Adapun dasar hukum pemberian Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas adalah sebagai berikut:

1. UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Ada beberapa pasal dalam UU No. 8 Tahun 2016 yang mengatur hak penyandang disabilitas saat berhadapan dengan hukum, yakni:

  • Pasal 9 (hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas),
  • Pasal 18 (hak aksesibilitas),
  • Pasal 36 (akomodasi yang layak dalam proses peradilan).

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

  • Berdasar Pasal 25 ayat (5) UU No. 12 Tahun2022, maka keterangan saksi dan/ atau korban penyandang disabilitas wajib didukung dengan penilaian personal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai akomodasi yang layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan.
  • Pasal 66 ayat (2) menyebutkan “ Korban Penyandang Disabilitas berhak mendapat aksesibilitas dan akomodasi yang layak guna pemenuhan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.”
  • Berdasarkan Pasal 70, Hak korban atas pemulihan meliputi sebelum dan selama proses peradilan.Hak korban yang dimaksud antara lain adalah pemberian aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi Korban Penyandang Disabilitas.

3. PP No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan

Pasal 2 menyebutkan bahwa Lembaga penegak hukum wajib menyediakan Akomodasi yang Layak.

Adapun yang dimaksud dengan Lembaga penegak hukum adalah:

  • Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
  • Mahkamah Konstitusi
  • lembaga lain yang terkait proses peradilan.

Yang dimaksud dengan lembaga lain yang terkait proses peradilan, antara lain adalah  rumah tahanan negara, lembaga penempatan anak sementara, lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, balai pemasyarakatan, organisasi Advokat, dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.

Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam rangka menyediakan Akomodasi yang Layak, lembaga penegak hukum mengajukan permintaan Penilaian Personal. Kemudian lebih lanjut dalam Pasal 4 disebutkan bahwa pemberian akomodasi yang layak berdasarkan ragam disabilitas.

Apa peran pemerintah daerah dalam pemberian akomodasi yang layak ini?

Berdasarkan Pasal 17 PP No. 39 Tahun 2020, Lembaga penegak hukum dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, lembaga, atau Organisasi Penyandang Disabilitas untuk menghadirkan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah. Jadi dalam hal penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, pemerintah daerah dapat berperan dalam hal penyediaan pendamping penyandang disabilitas dan/atau penterjemah.

Note:

Infografis: Dasar Hukum Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas, dapat didownload di sini. Infografis ini disusun oleh CIQAL dan didukung oleh Disability Rights Fund (DRF).

Translate »