Program dan Pendanaan CIQAL Tahun 2022

Tahun 2022, CIQAL menjalankan 5 program yang kesemuanya terkait dengan advokasi penyandang disabilitas.

Kelima program tersebut adalah:

  1. Program Advokasi Perubahan dalam Pemenuhan Hak atas Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus-kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas di Kabupaten Bantul Dan Kabupaten Sleman. Budget USD 30,000. Didukung oleh Disability Rights Fund (DRF)
  2. Program Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas di Indonesia. Budget USD 3,645.61. Didukung UNTF-OHANA
  3. Program IDEAKSI (Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana di Desa Kepuharjo). Budget IDR 85,000,000.-. Didukung oleh YEU.
  4. Program Optimalisasi Peran Sister Village dari Kalurahan Kepuharjo Pada Program Kesiapsiagaan Bencana Yang Inklusif Bagi Disabilitas. Budget IDR 120,000,000.- Didukung oleh YEU
  5. Program GEDSI (Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Kesiapsiagaan Bencana di Desa Glagaharjo). Budget AUD 9,989.67. Didukung oleh Australian Volunteers International.

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan peningkatan kapasitas bagi personel Polres Sleman
Personel Polres Sleman Belajar Cara Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas

Personel Polres Sleman Belajar Cara Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan peningkatan kapasitas bagi personel Polres Sleman, terutama berkaitan dalam penanganan kasus perempuan disabilitas korban kekerasan.

Personel Polres Sleman Belajar Cara Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas
Personel Polres Sleman melakukan simulasi menggunakan kursi roda
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan peningkatan kapasitas bagi personel Polres Sleman

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas tidak banyak yang dapat di selesaikan sampai ranah hukum, banyak factor menjadi penyebab dan di  Pengada laynan  mana kasus tersebut berhenti. Keenganan melapor yang di sebabkan karena tidak adanya aksesibilitas yang layak sampai pada prespektif yang di rasa tidak nyaman menjadi masalah tersendiri juga.

Polres Sleman sebagai salah satu Pengada layanan menandatangani Nota Kesepahaman dengan Yayasan Ciqal tentang penanganan kasus yang inklusif yang kemudian akan di wujudkan dalam bentuk pembuatan ULD ( Unit Layanan Disabilitas ).

Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum akhirnya ULD tersebut terbentuk, mulai dari penyediaan Aksesibilitas yang layak sampai pada membentuk prespektif personel dengan berbagai macam peningkatan kapasitas.

Salah satu peningkatan kapasitas yang dilakukan pada hari ini rabu, 8 September 2021 adalah tentang Etika berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas. Sebagi Narasumber pelatihan  dihadirkan teman dari disabilitas Netra, Tuli, dan juga Motorik.Harapannya pelatihan yang langsung praktek akan mendapatkan hasil yang lebih mengena. Bukan saja karena  langsung berinteraksi dengan Ragam Disabilitas yang berbeda namun juga peserta di minta untuk seolah bertindak sebagai disabilitas sesungguhnya. Dengan begitu simpati dan empati akan terbangun. Terlebih akan ada pemahaman apa yang akan di lakukan saat harus berhadapan dengan masyarakat yang merupakan Penyandang Disabilitas dalam kerja – kerja yang di lakukan.

Personel Polres Sleman Belajar Cara Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas

Saat aksesibilitas sudah tersedia, prespektif sudah terbangun, regulasi dan kebijakan mendukung diharapkan perlindungan dan juga pemberian hak bagi perempuan dan anak dengan disabilitas korban kekerasan dapat optimal di rasakan.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh CIQAL bersama Polres Sleman. Dan didukungoleh Disability Rights Fund. ( Unik, 080921)

Oleh: Tutik Purwaningsih

Penandatanganan Perjanjian Kerjasama CIQAL-PA Sleman
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama CIQAL-PA Sleman

Penandatanganan Kerjasama Perjanjian CIQAL-PA Sleman. Dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2021 di Pengadilan Agama (PA)Sleman. Ini berkaitan dengan layanan yang inklusif bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum di Pengadilan Agama (PA) Sleman.

Penandatanganan Perjanjian Kerjasama CIQAL-PA Sleman

Perjanjian Kerjasama ditandatangani oleh Ketua PA Sleman, Drs. Muh Zainuddin, SH, MH, dan Ketua Yayasan CIQAL, Suryatiningsih Budi Lestari.

Penanda tanganan perjanjian kerjasama ini merupakan follow up dari diskusi yang dilakukan antara CIQAL dan PA Sleman. Bukan hanya terkait penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum pada umumnya, namun juga berkaitan dengan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas.

Penandatanganan Perjanjian Kerjasama CIQAL-PA Sleman

Tak jarang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa perempuan dengan disabilitas seringkali berakhir dengan perceraian, termasuk perebutan hak asuh anak. Di sini lah diperlukan layanan yang perspektif disabilitas. Dan PA Sleman memiliki komitmen tersebut. Hal ini diterlihat dengan bagaimana PA Sleman berusaha untuk memberikan aksesibilitas di lingkungan PA, dan juga mengajak diskusi CIQAL terkait layanan yang berperspektif disabilitas.

Penandatanganan Perjanjian Kerjasama CIQAL-PA Sleman
Simulasi cara membantu dengan pengguna kursi roda

Setelah acara Penandatanganan Kerjasama Perjanjian CIQAL-PA Sleman , kemudian sempat dilakukan sedikit latihan tentang cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Bahkan dilakukan simulasi.

Workshop Merancang ULD di Polres Sleman
Workshop Merancang ULD di Polres Sleman

Workshop Merancang ULD di Polres Sleman.

Kegiatan yang dilakukan tanggal 2 Agustus 2021 merupakan bagian dari Program Advokasi Layanan yang Berperspektif Disabilitas pada Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan dengan Disabilitas. Program ini diselenggarakan dengan dukungan Disability Righs Fund (DRF).

Selain itu, kegiatan ini juga merupakan follow up dari MoU Penanganan Kasus yang pernah ditandatangani CIQAL bersama Polres Sleman. Untuk menindaklanjuti Mou tersebut, dilakukan workshop ini, untuk menginisiasi terbentuknya Unit Layanan Disabilitas (ULD) di Polres Sleman.

Adanya ULD di Polres Sleman ini penting agar layanan terhadap penyandang disabilitas bisa lebih berprespektif disabilitas dan inklusi. Bukan hanya dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, namun juga dalam kasus-kasus penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

Workshop ini diikuti oleh Polres Sleman ( Unit PPA, SPKT, Polsek Mlati, Polsek Ngaglik, SatBinmas, Polsek Gamping, Rekrim), Dinsos Sleman, Pengadilan Negeri Sleman, Pengadilan Agama Sleman, LBH Tentrem, SAPA, Fatayat NU, Gerkatin, FKDS, Forkomdesi, dan Yayasan Victory Yogyakarta.

Workshop Merancang ULD di Polres Sleman

Workshop ini dilakukan via zoom, dengan 3 sesi. Sesi pertama ada pemaparan dari Nuning Suryatiningsih. Sesi kedua, peserta dibagi dalam 3 kelompok dengan di 3 breakout room yang berbeda untuk melakukan diskusi tentang yang dibutuhkan dalam pembentukan ULD ini. Sesi ketiga adalah pleno, pemaparan dari masing-masing kelompok.

Dari kegiatan ini ada beberapa hal penting yang disampaikan peserta.

Masalah komunikasi ternyata masih menjadi kendala pada saat pemeriksaan di kepolisian. Seperti yang disampaikan peserta dari Iptu Eko dari Polsek Sleman, “Terkait disabilitas tuna rungu, jika jadi korban bagi mereka tidak sekolah kami tidak bisa memberikan pertanyaan, jawaban tidak tahu. Di sini kami kesulitan untuk memeriksa.”

Menurut Dr. Cahyo dari PN Sleman, “Dalam pemeriksaan perlu pendampingan dan layanan. Cuma layanan berdasarkan kearifan local, karena masing-masing di wilayah beda-beda. Di Aceh, di Jawa beda-beda. Yang penting lagi belum memahami antara aparat sendiri dari penyedikan supaya tidak terjadi perbedaan. Ada kesamaan dalam lakukan pemeriksaan sebagai korban atau pelaku. Yang melakuan korban perempuan bisa juga di NTT itu perempuan itu yang jadi pelaku. Dalam layanan ini apa perbedaan-perbedaan itu perempuan sebagai korban tapi disabilitas juga pelaku.”

Lebih lanjut katanya, “Dalam kasus narkoba barang dititipkan orang buta. Dia tidak tahu apa-apa. Hanya iya iya. Dia dimanfaatkan. Ini perlu dilakukankan pendampingan. Itu sebagai korban atau pelaku, tentu harus dibedakan layanan-layanannya. Unit layanan bisa terjadi pembentukan layanan untuk disabilitas harus dibedakan mengikuti jenis disabilitas. Kalau dimasing-masing dijadikan itu sampai ke kejaksaan sampai pengadilan, tidak hanya mendampingi tapi ada pasal-pasal yang khusus tapi sebagai korban perlu disamping adad pendampingan dari masing-masing unit perempun pakai Bahasa isyarat tapi korban pelaku perlu perlindungan. Ada pasal-pasal dibawah perlu karena mempermudah pemeriksaan pembuktiannya. Pengalaman kami aparat penegak hukum mereka memahami tentang keadaan disabilitas apakah itu SLB tidak melakukan macam-macam. Bagaimana apabila kebutuhan bertemu yang sak klek, perlu sekali pembuktiannya. Jika hal itu  terjadi akan slit pembuktian, tindak pidana betul terjadi. Korban disabilitas yang tidak pahami komunikasi.”

Hasil diskusi akan digunakan untuk memperbaiki apa yang selama ini sudah dilakukan dan sudah dilakukan tapi belum optimal. Nantinya akan dirangkum untuk jadi indikator untuk usulan-usulan ke Polres Sleman terkait pembentukan Unit Layanan Disabilitas.

Kegiatan Workshop Merancang ULD di Polres Sleman selengkapnya bisa diakses melalui Youtube.

Workshop Penyusunan Praktik Baik Penanganan KtP Disabilitas
Workshop Penyusunan Praktik Baik Penanganan KtP Disabilitas

Workshop Penyusunan Praktik Baik Penanganan KtP Disabilitas.

Workshop Penyusunan cerita praktek baik pada penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas. Adalah kegiatan yang merupakan bagian dari Program Advokasi MoA (Memorandum Of Agreement) dalam Layanan Penyidikan/ Penanganan yang Berperspektif Disabilitas Pada Kasus-Kasus Kekerasan Pada Perempuan dengan Disabilitas di Polres Sleman. Sebuah program yang didukung oleh Disability Rights Fund (DRF).

Workshop Penyusunan Praktik Baik Penanganan KtP Disabilitas
Workshop Penyusunan Praktik Baik Penanganan KtP Disabilitas

Worshop yang dilakukan di Prima SR Hotel & Convention ini diikuti oleh jaringan pengada layanan, seperti Unit PPA Polres Sleman, Binmas Polres Sleman, Polsek Godean, UPTD PPA Kabupaten Sleman, LBH Sembada, dan LBH SAPA. Turut juga diikuti oleh komunitas seperti Forkomdesi dan FKDS, dan juga kader desa.

Workshop yang dilakukan pada Kamis, 18 Februari 2021 kemarin, dilakukan dengan tujuan:

  1. Mendokumentasikan cerita praktek baik penanganan kasus kekerasan pada perempuan Disabilitas yang inklusif di wilayah dampingan.
  2. Menggali data dan informasi untuk menyusun rekomendasi kesiapsiagaan. Rekomendasi tersebut ditujukan kepada pemerintah dan masyarakat secara luas dalam menghadapi kasus-kasus kekerasan yang dialami perempuan dengan disabilitas korban kekerasan.
  3. Melakukan advokasi tentang pendekatan pada perempuan dengan disabilitas korban kekerasan terhadap penyedia layanan kesehatan, organisasi penyandang disabilitas, serta keluarga yang memiliki anak perempuan dengan disabilitas korban kekerasan.

Dengan demikian melalui kegiatan ini hasil yang diharapkan:

  1. Tersusunnya dokumentasi praktek baik yang telah dilakukan baik pengambil kebijakan maupun kader-kader yang selama ini sudah melakukan pendampingan
  2. Tersedianya data dan informasi untuk menyusun rekomendasi kesiapsiagaan yang ditujukan pemerintah dan masyarakat secara luas dalam menghadapi kasus-kasus kekerasan yang dialami perempuan dengan disabilitas.
  3. Terbangunnya  pendekatan pada perempuan dengan disabilitas korban kekerasan terhadap penyedia layanan kesehatan, organisasi penyandang disabilitas,  serta keluarga yang memiliki anak perempuan dengan disabilitas korban kekerasan.

Rencananya, setelah workshop ini, peserta diharapkan menuliskan catatan terkait praktik baik yang sudah mereka lakukan. Yakni terkait penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas.

Kemudian catatan-catatan praktik baik tersebut akan dikompilasi oleh CIQAL menjadi sebuah buku. Dan diharapkan praktik-praktik baik ini akan bisa direplikasi di tempat lain.

Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas Bagi Perempuan Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan
Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas

Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas Bagi Perempuan Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan.

Merupakan bagian Program Advokasi MoA (Memorandum Of Agreement) dalam Layanan Penyidikan/ Penanganan yang Berperspektif Disabilitas pada Kasus-Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas di Kepolisian Resor Sleman. Sebuah Program yang didukung oleh Disability Rights Fund.

Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas Bagi Perempuan Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan
Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas Bagi Perempuan Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan

Program advokasi ini sendiri merupakan tindak lanjut dari kerjasama yang sudah dilakukan oleh CIQAL dan Kepolisian Resort Sleman sebelumnya. Kerjasama yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Disabilitas Khususnya Kekerasan Seksual.

Perlu disampaikan bahwa sudah sejak beberapa tahun yang lalu, CIQAL melakukan pendampingan terhadapperempuan disabilitas korban kekerasan.

Diskusi ini, selain dari Tim CIQAL, juga dihadiri beberapa perwakilan dari Polres Sleman, UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) Kabupaten Sleman, dan Komunitas yang selama ini didampingi CIQAL.

Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas Bagi Perempuan Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan
Diskusi Terkait Layanan Yang Berperspektif Disabilitas Bagi Perempuan Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan

Diskusi ini dilakukan dengan tujuan untuk:

  • meningkatkan sinergitas tentang perspektif disabilitas,
  • adanya mekanisme penerimaan aduan sampai penanganan kasus kekerasan yang berperspektif disabilitas baik jajaran Kepolisian Resor Sleman maupun pengada layanan lainnya. Termasuk dalam jaringan penanganan kasus kekerasan pada perempuan dan anak dengan disabilitas.
  • Selain itu juga untuk membangun pemahaman yang sama tentang strategi advokasi dan kampanye dalam penanganan kasus kekerasan pada perempuan disabilitas dan anak dengan disabilitas.

Dikusi ini meskipun dialakukan secara offline, namun tetap sesuai dengan protoko kesehatanselama masa pandemi Covid.

Diskusi Implementasi SDGs
Diskusi Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas

Diskusi Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas. Adalah merupakan bagian dari kegiatan Program Advokasi RAD (Rencana Aksi Daerah) SDGs (Sustainable Development Goal). Sebuah program advokasi yang diusung oleh Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CIQAL, ILAI, dan MPM PP Muhammadiyah). Program ini didukung oleh DRF (Disability Rights Fund).

Sebagai bagian dari program advokasi RAD SDGs, maka kegiata diskusi ini masih berhubungan erat dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya. Yakni kegiatan training monitoring implementasi SDGs, kegiatan monitoring implementasi SDGs, serta FGD implementasi SDGs.

Diskusi ini dilakukan 4 kali secara online. Yaitu sesuai dengan 4 Tujuan yang menjadi prioritas dalam program ini, di mana masing-masing tujuan untuk tiap kabupaten yang berbeda di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan dari diskusi yang dilakukan adalah: Pertama, untuk mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan hasil monitoring implementasi SDGs berperspektif disabilitas bidang ketenagakerjaan di Kabupaten Gunungkidul, bidang infrastruktur di Kabupaten Bantul, bidang penanganan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul, dan bidang pendidikan di Kabupaten Sleman. Kedua, untuk Mendiskusikan tindak lanjut pencapaian pelaksanaan SDGs.

Diskusi Capaian Tujuan 8 Pekerjaan Yang Layak Dan Pembangunan Ekonomi Sebagai Implementasi SDGs Berperpektif Disabilitas di Kabupaten Kulon Progo

Dilakukan pada tanggal 24 Nopember 2020. Dalam diskusi ini, perwakilan dari Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, menyampaikan hasil pelaksanaan monitoring implementasi SDGs bidang ketenagakeraan yang telah dilakukan oleh penyandang disabilitas di Kabupaten Kulon Progo. Kemudian dari disusul tanggapan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten Kulon Progo. Diskusi ini juga dihadiri kumonitas disabilitas dari kabupaten Kulon Progo.

Diskusi Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas Goal 8 Ketenagakerjaan di Kabupaten Gunungkidul

Diskusi Capaian Tujuan 9 Tentang Infrastruktur Sebagai Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas Di Kabupaten Bantul

Dilakukan pada tanggal 26 November 2020 via Zoom Meeting. Dalam diskusi ini, pembicara pertama, yakni Perwakilan dari Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, menyampaikan hasil monitoring pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bantul. Dan hal ini ditanggapi pembicara dari Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Kabupaten Bantul. Dinas PUPR adalah leading sektor untuk pembangunan di bidang infrastruktur.

Diskusi Implementasi SDGs Goal 9 Infrastruktur di Kabupaten Bantul

Diskusi Pencapaian Tujuan 1 SDGs “Mengakhiri Segala Bentuk Kemiskinan” Berperspektif Disabilitas Di Kabupaten Gunungkidul

Dilakukan pada tanggal 27 Nopember 2020. Hadir Kepala Bappeda kabupaten Gunungkidul sebagai penanggap atas penyampaian hasil monitoring pelaksanaan monitoring implementasi SDGs Goal 1 di Gunungkidul yang disampaikan oleh Forum.

Disampaikan oleh Kepala Bappeda Gunungkidul bahwa terkai bencana covid ada prioritas pembangunan 2021 yaitu dengan panyesuaian untuk percepatan pemulihan ekonomi.

Diskusi Implementasi SDGs Berprespektif Disabilitas Goal 1 Tanpa Kemiskinan di Gunungkidul

Diskusi Capaian Tujuan 4 Pendidikan Berkualitas Sebagai Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas Di Kabupaten Sleman

Kegiatan dilakukan pada tanggal 30 Nopember 2020. Dalam diskusi ini perwakilan Forum juga menyampaikan hasil monitoring pendidikan di kabupaten sleman. Sebagai penanggap hadir dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman.

Diskusi Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas Tujuan 4 Pendidikan di Kabupaten sleman

Adapun hasil monitoring implementasi hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman, antara lain sebagai berikut:

  • Tersedia PAUD inklusif. YA (18,18%) TIDAK (22,73%) TJ/TT (59,09%)
  • Tersedia SD inklusif YA (36,36%) TIDAK (27,27%)
  • Tersedia SD inklusif YA (36,36%) TIDAK (27,27%)
  • Tersedia SMP inklusif YA (45,45%) TIDAK (13,64%) TJ/TT (40,91%)
  • Tersedia PAUD inklusif yang berlokasi dekat dengan tempat tinggal Penyandang Disabilitas YA (4,55%) TIDAK (54,55%) TJ/TT (40,91%)
  • Tersedia SD inklusif yang berlokasi dekat dengan tempat tinggal Penyandang Disabilitas YA (36,36%) TIDAK (27,27%) TJ/TT (36,36%)
  • Tersedia SMP inklusif yang berlokasi dekat dengan tempat tinggal Penyandang Disabilitas YA (36,36%) TIDAK (22,73%) TJ/TT (40,91%)
  • Terbuka kesempatan bagi Penyandang Disabilitas menjadi peserta didik di PAUD reguler/umum yang dekat tempat tinggalnya
  • Terbuka kesempatan bagi Penyandang Disabilitas menjadi peserta didik di SD reguler/umum yaang dekat tempat tinggalnya. YA (59,09%) TIDAK (4,55%) TJ/TT (36,36%)
  • Terbuka kesempatan bagi Penyandang Disabilitas menjadi peserta didik di SMP reguler/umum YA (54,55%) TIDAK (13,64%) TJ/TT (31,82%)
  • Terbuka kesempatan mengikuti pendidikan program penyetaraan SD bagi Penyandang Disabilitas. YA (45,45%) TIDAK (13,64%) TJ/TT (40,91%)
  • Tersedia kesempatan mengikuti pendidikan program penyetaraan SMP bagi Penyandang Disabilitas. YA (36,36%) TIDAK (9,09%) TJ/TT (54,55%)
  • Terbuka kesempatan bagi Penyandang Disabilitas program melek aksara YA (31,82%) TIDAK (36,36%) TJ/TT (31,82%)
  • Tersedia program pelatihan baca tulis braille bagi Penyandang Disabilitas Netra di luar sekolah? YA (0,00%) TIDAK (59,09%) TJ/TT (40,91%)
  • Masih ada sejumlah penyandang disabilitas yang punya kesempatan mengakses kegaitan pendidian baik pemerintah mapun bukan pemerintah. YA (4,55%) TIDAK (50,00%) TJ/TT (45,45%)
  • Tersedia program pelatihan orientasi dan mobilitas bagi Penyandang Disabilitas Netra. YA (4,55%) TIDAK (54,55%) TJ/TT (40,91%
  • Penyandang Disabilitas yang menjadi peserta didik PAUD formal reguler/umum mendapatkan assessment sebelum mengikuti proses pembelajaran. YA (18,18%) TIDAK (22,73%) TJ/TT (59,09%)
  • Apakah tersedia jalur pemandu di sekolah Anda? TJ/TT (15,79% TIDAK (57,89%) YA (26,32%)
  • Apakah tersedia ramp di sekolah Anda? TIDAK (42,11%) TIDAK (42,11%)
  •  Apakah tersedia toilet yang akses di sekolah Anda? TIDAK (42,11%) YA (47,37%)
  • Apakah tersedia meja kursi yang akses di sekolah Anda?  TIDAK (31,58%) YA (57,89%)
  • Apakah tersedia buku bacaan yang akses di sekolah Anda? TIDAK (15,79%) YA (73,68%)
  • Apakah tersedia Guru Pembimbing/Pendamping Khusus di sekolah Anda?  YA (36,84%) TIDAK (52,63%)
  • Apakah tersedia akomodasi yang layak dalam proses pembelajaran online di sekolah Anda? TIDAK (47,37%) YA (42,11%)
  • Apakah guru mendapatkan pelatihan tentang pembelajaran inklusif? TIDAK (75,00%) YA (25,00%)
  • Apakah guru dalam dalam melakukan pembelajaran online memperhatikan kondisi dan kebutuhan Penyandang Disabilitas? TIDAK (75,00%) YA (25,00%)
CIQAL Melakukan Audiensi Ke Polres Sleman
CIQAL Melakukan Audiensi Ke Polres Sleman

CIQAL Melakukan Audiensi Ke Polres Sleman. CIQAL bersama komunitas dan kader-kader pendamping, melakukan audiensi ke Polres Sleman pada tanggal 3 Nopember 2020. Audiensi ini untuk menindaklanjuti Nota Kesepahaman yang sudah ditandatangani antara CIQAL dan Kepolisian Resor Sleman Yogyakarta tentang Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Disabilitas Khususnya Kekerasan Seksual.

CIQAL Melakukan Audiensi Ke Polres Sleman

Nota kesepahaman yang ditandatangaini pada tanggal 27 Agustus 2019 tersebut memiliki tujuan untuk melindungi Hak-hak perempuan disabilitas korban kekerasan dalam lembaga peradilan (khususnya dalam penyelidikan dan penyidikan).

CIQAL Melakukan Audiensi Ke Polres Sleman

Audiensi lanjutan ini merupakan bagian dari Program Advokasi MoA (Memorandum Of Agreement) dalam Layanan Penyidikan/ Penanganan yang Berperspektif Disabilitas pada Kasus-Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas di Kepolisian Resor Sleman. Sebuah Program yang didukung oleh Disability Rights Fund.

Dalam audiensi ini disampaikan perlunya pemahaman tentang disabilitas dan adanya mekanisme penerimaan aduan sampai penanganan kasus kekerasan yang berperspektif disabilitas di jajaran Kepolisian Resos Sleman hingga terwujudnya MOA (Memorandum of Agreement). Disampaikan juga perlunya Unit Layanan Disabilitas di Kepolisian Resort Sleman.

Dalam audiensi ini, Tim CIQAL diterima oleh Bapak Eko Mei dari Unit PPA (Unit Perlindungan Perempuan dan Anak) dan Bapak Sri Pujo dari Reskrim.

Dalam pertemuan ini Polres Sleman memberikan respon yang positif, antara lain disepakati ajakan kerjasama ini dan dari pihak Polres akan melibatkan kurang lebih 6 unit, dari Pos penjagaan, pengaduan, pendampingan, hukum ,perlindungan perempuan dan anak dan reskrim. Selain itu juga disepakati bahwa Polres Sleman menjadi lebih inklusif.

Pernyataan Sikap CIQAL dalam Kampanye 16 HAKTP
Pernyataan Sikap CIQAL dalam Kampanye 16-HAKTP

Pernyataan Sikap CIQAL dalam Kampanye 16-HAKTP (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan).

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dimulai dari tanggal 25 November sampai dengan tanggal 10 Desember. Di mana tanggal 25 November di kenal sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, dan tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional,

Dalam kampanye ini ditekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).

Tema Kampanye 16 HAKTP tahun 2020 adalah “Gerak Bersama: Jangan Tunda lagi, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”.

Dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, dibutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat , aktivis HAM perempuan, dan Pemerintah. Banyak PR yang harus di selesaikan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk perempuan dengan disabilitas dan anak dengan disabilitas, dapat di hentikan.

Sebagai bagian dari Forum Pengada Layanan, CIQAL merasa perlu untuk melakukan advokasi dan memberikan pernyataan untuk menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk kepada perempuan dengan disabilitas. Juga mendesak agar RUUPKS ( Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) segera disahkan.

Pernyataan Sikap CIQAL dalam Kampanye 16 HAKTP

Pernyataan Sikap CIQAL dalam Kampanye 16-HAKTP (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan) selengkapnya dapat dilihat di video ini.

#GerakBersama #SahkanRUUPKS   #JanganTundaLagi

Tingkat Kepuasan Difabel Terhadap Pembangunan Infrastruktur
Tingkat Kepuasan Difabel Terhadap Pembangunan Infrastruktur

Tingkat Kepuasan Difabel Terhadap Pembangunan Infrastruktur. Merupakan salah satu indikator yang ditanyakan dalam monitoring implementasi SDGs Goal 9 (Infrastruktur) di Kabupaten Bantul.

Tingkat kepuasan tersebut menjadi salah satu hal yang dibahas dalam FGD Hasil Monitoring Implementasi SDGS Goal 9 (Infrastruktur) di Kabupaten Bantul pada tanggal 12 September 2020 lalu.

FGD ini diselenggarakan oleh CIQAL, ILAI dan MPM PP Muhammadiyah, serta didukung oleh Disability Rights Fund. Merupakan bagian dari Program Advokasi RAD SDGs Untuk Memastikan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Tingkat Kabupaten.

Monitoring dilakukan oleh penyandang disabilitas yang terdiri dari disabilitas fisik, Tuli dan Netra. Metode pengumpulan data yang dilakukan para enumerator adalah melalui wawancara, dan pengamatan (observasi). Narasumber terdiri dari Bappeda Kabupaten Bantul, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul, FORPI (Forum Pemantau Independen), Kontraktor, dan Penyandang Disabilitas.

Adapun hasil monitoring terhadap infrastruktur di Kabupaten Bantul antara lain sebagai berikut:

Kualitas Infrastruktur Jalan di Kabupaten Bantul

Penilaian Narasumber terhadap kualitas infrastruktur jalan antar rumah hunian di lingkungan tempat tinggal narasumber bagi pengguna kursi roda, Lansia, anak-anak adalah: sebanyak 72% responden menjawab Buruk, 12% menjawab Sangat Buruk, 12% menjawab Baik, dan hanya 4% yang menjawab Sangat Baik. Catatan yang diberikan sebagian responden adalah tidak aksesibel.

Saat responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap kualitas infrastruktur jalan dari desa tempat responden berdomisili ke tempat pertokoan terdekat, maka hanya 4% responden yang menjawab Buruk, sedangkan 80% menjawab Baik. Dari responden yang menjawab Baik memberikan catatan, bahwa kualitas infrastruktur jalan tersebut Baik utk motor, namun buruk untuk kursi roda.

Observasi dengan Variable aksesibilitas terhadap Kantor Bappeda Bantul:

  • Tersedia ramp atau jalan landai untuk berbagai warga/ pengguna kursi roda.
  • Ada kemudahan mendapatkan toilet yang bisa digunakan untuk semua orang (Ukuran pintu minimal 110 Cm, lebar ruang toilet dapat untuk manuver kursi roda). Artinya ada toilet yang aksesibel di kantor Bappeda Bantul
  • Terdapat papan informasi tentang peta gedung
  • Tersedia petunjuk arah/ informasi untuk menuju ruang-ruang yang ada.
  • Tersedianya teks informasi / running teks
  • Tidak tersedia tempat parkir bagi motor/mobil disabilitas.

Observasi dengan variabel aksesibiltas di kantor Dinas PU Bantul:

  • terdapat ramp untuk pengguna kursi roda, namun ramp cukup curam & portable. Serta tidak terdapat handriil pada ramp.
  • Petunjuk arah belum ada. Lift belum ada.
  • Tempat parkir tidak ada petunjuk.
  • Tidak tersedia tempat parkir bagi motor/mobil disabilitas.
Tingkat Kepuasan Difabel Terhadap Pembangunan Infrastruktur
Ramp di Kantor Dinas PU Bantul

Observasi dengan variabel aksesibiltas di Komplek Pemda Bantul (Manding):

  • Tersedia ramp untuk pengguna kursi roda, dan ada handriil pada setiap ramp
  • Tersedia petunjuk arah/ informasi untuk menuju ruang-ruang yang ada.
  • Tidak tersedia tempat parkir bagi motor/mobil disabilitas

Observasi dengan variabel aksesibiltas di Puskesmas Jetis II:

  • ramp hanya satu di jalan masuk dan untuk jalan keluar.
  • Terdapat toilet yang aksesibel.
  • Terdapat papan informasi tentang peta gedung.
  • Tersedia petunjuk arah/ informasi untuk menuju ruang-ruang yang ada.
  • Tersedianya teks informasi / running teks.

Observasi dengan variabel aksesibilitas di Pasar Bantul: Tersedia ramp. Tidak tersedia toilet yang aksesibel, tidak ada teks informasi.

Observasi dengan variabel aksesibiltas di Kantor Kecamatan Kasihan:

  • Tersedia ramp untuk pengguna kursi roda, dan ada handriil pada setiap ramp.
  • Terdapat toilet yang aksesibel.
  • Terdapat papan informasi tentang peta gedung.
  • Tersedia petunjuk arah/ informasi untuk menuju ruang-ruang yang ada.

Tingkat Kepuasan Penyandang Disabilitas Terhadap  Program Pembangunan Infrastruktur Daerah

Terhadap pertanyaan terkait tingkat kepuasan responden penyandang disabilitas ini, responden diminta untuk memberi nilai antara 1 sampai 4, di mana nilai 1 adalah yang terburuk dan 4 adalah yang terbaik.

Hasil Monitoring terkaita Tingkat Kepuasan Difabel Terhadap Pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut:

  1. Aksesibilitas gedung Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sudah aksesibel untuk semua. Sebanyak  5% responden memberi nilai satu, 94% memberi nilai dua. Artinya terhadap Aksesibilitas gedung Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, penyandang disabilitas memiliki tingkat kepuasan yang rendah..
  2. Aksesibilitas  berupa guiding block di jalan kabupaten ramah disabilitas:. sebanyak 16,7% responden difabel memberikan nilai 1, sedangkan 83,3% responden difabel memberi nilai 2. Ini berarti terhadap guiding block di jalan kabupaten, penyandang disabilitas memiliki tingkat kepuasan yang rendah. 
  3. Aksesibilitas  berupa ramp landai di trotoar di jalan kabupaten ramah disabilitas: Dari interval nilai 1-4, sebanyak 21% responden memberi nilai satu, dan 78,9% memberi nilai dua. Ini berarti Aksesibilitas  berupa ramp landai di trotoar di jalan kabupaten Bantul tidak ramah disabilitas. Karean itulah tingkat kepuasan penyandang disabilitas rendah.
  4. Aksesibilitas website Pemerintah Kabupaten Bantul ramah disabilitas: Sebanyak 33,3% responden memberi nilai satu, dan 66,7% responden memberi nilai dua.  Ada catatan, bahwa dari segi navigasi, website tersebut mudah dan ringan, namun tidak ada fitur aksesibilitasnya, sehingga Difabel netra kesulitan untuk mengakses website tersebut. Artinya, website tersebut mudah untuk non difabel, namun tidak aksesibel uuntk penyandang disabilitas.
  5. Aksesibilitas halte/terminal ramah disabilitas: Sebanyak 31,25% responden memberi nilai satu, dan 68,75%responden memberi nilai dua. Ini berarti penyandang disabilitas memiliki tingkat kepuasan yang rendah terhadap aksesibilitas halte/terminal.
  6. Aksesibilitas stadiun Sultan Agung ramah disabilitas: Sebanyak  27,78% responden memberi nilai satu, dan 77,8%responden memberi nilai dua. Namun ada catatan-catatan yang diberikan responden, yaitu meskipun belum benar-benar aksesibel namun sudah mulai ada akses landai, namun untuk pintu masuk kurang lebar untuk kursi roda.

Demikian sebagian dari hasil monitoring Penyandang disabilitas terhadap implementasi SDGs Goal 9 (Infrastruktur) di Kabupaten Bantul. Monitoring ini dilakukan setelah penyandang disabilitas mendapatkan training monitoring yang dilakukan via secara online.

Translate »