Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana
Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana

Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana dan Pandemi Covid-19. Dilakukan di dua kalurahan (desa) di Kabupaten Bantul, yakni Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan dan Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong.

Sosialisasi di Kalurahan Bangunjiwo dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2022. Hadir sebagai narasumber adalah Penewu Kasihan, Subarta S.Sos.M.Si, dan Lurah Bangunjiwo,H. Parja, S.T.,M.Si, serta Arni Surwanti dari CIQAL.

Kegiatan dihadiri oleh dukuh, kader desa, penyandang disabilitas, FPRB Kalurahan Bangunjiwo, serta Pemerintah Kalurahan Tamantirto, Pemerintah Kalurahan Ngestiharjo, Pemerintah Kalurahan Tirtonirmolo, Pemerintah Kapanewon Kasihan dan TKSK.

Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana
Sosialisasi di Kalurahan Bangunjiwo (Foto koleksi CIQAL)

 

Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana
Sosialisasi di Kalurahan Bangunjiwo (Foto koleksi CIQAL)

Kemudian sosialisasi di Kalurahan Srihardono dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2022. Kegiatan dihadiri penyandang disabilitas, dukuh, kader desa, FPRB, TKSK, Pemerintah Kalurahan Seloharjo dan Pemerintah Kalurahan Panjangrejo. Dalam kegiatan tersebut hadir sebagai narasumber selain dari CIQAL, adalah Panewu Anom Pundong, Drs Mursana, dan juga Lurah Srihardono, Awaludin.

Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana
Sosialisasi di Kalurahan Srihardono (Foto koleksi CIQAL)

Maksud diadakannya sosialisasi ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang siapa yang dimaksud dengan penyandang disabilitas. Selain itu juga untuk memberikan pemahaman akan kerentanan penyandang disabilitas dalam situasi bencana dan pandemi, termasuk Covid-19.ingat

Hal ini dilakukan mengingat, dalam situasi bencana (termasuk pandemi Covid-19), penyandang disabilitas mengalami berbagai permasalahan, mulai dari informasi, penyelamatan diri, maupun pada saat bertahan jika harus berada di shelter. Permasalahan-permasalahan tersebut tak lepas dari aksesibilitas dan kebutuhan khusus yang disesuaikan dengan ragam disabilitas dan hambatan yang dimiliki penyandang disabilitas.

Dan permasalahan-permasalahan penyandang disabilitas tersebut sejatinya bukan hanya permasalahan organisasi disabilitas, namun juga permasalahan bersama yang harus diselesaikan secara bersinergi antara Pemerintah, Organisasi Disabilitas, seluruh masyarakat dan stakeholder lainnya.

Kegiatan Sosialisasi Kerentanan Penyandang Disabilitas Saat Bencana dan Pandemi Covid-19 ini didukung oleh Disability Rights Fund (DRF).

Data Disabilitas Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo
Data Disabilitas Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo

Data Disabilitas dalam SIMDIS Desa Kepuharjo. SIMDIS atau Sistem Informasi Manajemen Data Disabilitas Desa Kepuharjo merupakan sistem yang memuat informasi tentang penyandang disabilitas di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Data Disabilitas Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo

Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo terdapat informasi data pilah penyandang disabilitas di Desa Kepuharjo. Data Disabilitas dalam SIMDIS ini saat ini berupa 2 kategori data. Pertama, data penyandang disabilitas berdasarkan atas ragam disabilitas. Kedua, data berdasarkan range usia penyandang disabilitas di Desa Kepuharjo.

Data-data tersebut terpilah berdasarkan jenis kelamin dan berdasarkan dusun. Perlu diketahui bahwa Desa Kepuharjo terdiri dari 8 dusun, yakni Dusun Batur, Dusun Jambu, Dusun, Kaliadem, Dusun Kepuh, Dusun Kopeng, Dusun Manggong, Pagerjurang, dan Dusun Petung.

Pengembangan SIMDIS Desa Kepuharjo ini merupakan inisiasi CIQAL bersama Pemerintah Desa Kepuharjo, dengan dukungan Yakkum Emergency Unit (YEU).

Pengembangan SIMDIS ini merupakan inovasi untuk mengantisipasi dampak buruk pada penyandang disabilitas melalui penyediaan informasi. Dengan adanya SIMDIS ini, Tim Siaga Bencana sudah bisa memetakan keberadaan kelompok penyandang disabilitas. Dengan peta keberadaan penyandang disabilitas ini akan lebih memudahkan dalam proses penyelamatan di mana penyandang disabilitas seharusnyalah diutamakan dalam proses penyelamatan. Data disabilitas juga berguna untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan yang disesuaikan dengan ragam dan hambatan yang dimiliki penyandang disabilitas. Termasuk jika harus menempatkan penyandang disabilitas di dalam shelter.

Selain itu, keberadaan data juga berpengaruh dalam menentukan dan melaksanakan program-program pemerintah maupun pemerintah desa.

Ketersediaan system informasi Ini juga untuk meminimumkan stigma negatif pada penyandang disabilitas apabila rumahnya diberi stiker atau tanda bahwa penghuninya ada penyandang disabilitas.

Harapannya, adanya system informasi ini juga bisa menjadi media edukasi kebencanaan secara online yang bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Sistem Informasi Disabilitas (SIMDIS) Desa Kepuharjo bisa diakses dengan link: https://simdis.desakepuharjo.id/

Mitigasi Bencana Merapi Yang Inklusif Disabilitas

Mitigasi bencana Merapi yang inklusif disabillitas. Merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan CIQAL terkait program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang inklusif disabilitas.

Mitigasi bencana sendiri merupakan segala upaya untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi bencana Merapi ini dilakukan di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Desa Kepuharjo sendiri berjarak 5 km dari pusat Kecamatan Cangkringan, dan 28 km dari Kabupaten Sleman. Desa Kepuharjo terbagi menjadi 8 dusun, yaitu Kaliadem, Jambu, Petung, Kopeng, Batur, Pagerjurang, Kepuh, dan Manggong

Desa Kepuharjo merupakan Kawasan Rawan Bencana (KRB) tiga dari puncak gunung Merapi. Pada tahun 2010, Kepuharjo merupakan desa yang porak poranda karena diterjang awan panas yang masyarakat setempat menyebutya wedus gembel.

Sebenarnya, selain letusan Gunung Merapi, potensi bencana yang sampai saat ini sering terjadi di Kepuharjo adalah angin puting beliung.

Program Mitigasi bencana Merapi yang inklusif disabillitas ini dilakukan CIQAL dengan dukungan Yakkum Emergency Unit (YEU). Kegiatan yang dilakukan dalam program ini antara lain adalah memberikan penguatan kepada penyandang disabilitas, pemerintah desa dan Tim Destana. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk memberikan prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan kepada penyandang disabilitas dalam setiap tahapan proses penanganan bencana.  Prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan yang dimaksud diberikan sesuai dengan kebutuhan dari penyandang disabilitas. Penguatan ini dilakukan dengan memberikan edukasi, pelatihan, dan simulasi penyelamatan penyandang disabilitas dalam situasi darurat kepada masyarakat.

Mitigasi Bencana Merapi Yang Inklusif Disabilitas

 

Kegiatan

Dalam program ini dilakukan beberapa kegiatan.  Pertama, pembuatan system informasi desa yang berisi data penyandang disabilitas serta informasi kebencanaan. Kedua, bersama dengan Kader Desa dalam memetakan keberadaan penyandang disabilitas dan karakteristiknya.

Ketiga, menguatkan lebih lanjut Kelompok Disabilitas Desa (KDD) dalam berorganisasi untuk menjembati berbagai komunikasi antara penyandang disabilitas  dengan pemerintah desa dan stakeholder lainnya.

Keempat, melakukan pelatihan kebencanaan yang inklusif serta penyusunan standard operasional penyelamatan penyandang disabilias pada saat bencana.

Kegiatan mitigasi bencana Merapi yang inklusif disabillitas bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas saat terjadinya bencana. Harapannya, dalam penanganan bencana di desa Kepuharjo bisa lebih inklusif disabilitas. Jadi, tidak ada penyandang disabilitas yang tertinggal dalam penanganan bencana, baik erupsi Merapi maupun bencana lainnya. Dan sebenarnya perlindungan serta pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam kondisi bencana ini, telah diatur dalam berbagai kebijakan.

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas
Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas merupakan wujud dari pemenuhan hak penyandang disabilitas atas akses keadilan.

Layanan Peradilan yang inklusif sendiri merupakan layanan peradilan yang memastikan adanya kesetaraan dan penghargaan atas perbedaan (termasuk disabilitas) sebagai bagian dari keberagaman. (Selanjutnya, dalam dalam artikel ini, menggunakan istilah peradilan yang inklusif)

Prinsip dasar Layanan Peradilan yang inklusif adalah prinsip equality before the law (setiap orang sama dan setara kedudukannya di hadapan hukum). Artinya, bahwa tidak boleh ada diskriminasi dalam proses peradilan atas dasar apapaun termasuk atas dasar disabilitas.

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas

Dasar Hukum

Dasar hukum layanan peradilan yang inklusif adalah:

  1. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di  dalam hukum”
  2. CRPD (The Convention on the Rights of Persons with Disabilities/Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas): Pasal 3, Pasal 12-13
  3. UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: Pasal 9
  4. PP No. 39 Tahun 2O2O tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan.

Ciri-Ciri Layanan Peradilan yang Inklusif

Sistem peradilan yang inklusif memiliki ciri-ciri bahwa setiap layanan dapat diakses oleh semua orang tanpa membedakan kondisi-kondisi tertentu. Termasuk di dalamnya dalah kondisi dari kelompok rentan.

Ciri lainnya, bagi penyandang disabilitas, layanan peradilan yang inklusif berarti bahwa tidak ada hambatan dan diskriminasi. Hal ini diwujudkan dengan:

  1. adanya perspektif disabilitas dari penyedia layanan
  2. adanya penghormatan atas martabat yang melekat
  3. adanya pengakuan sebagai subyek hukum
  4. tersedianya sarana & prasarana yang aksesibel
  5. tersedianya akomodasi yang layak (sesuai dengan ragam dan kebutuhan penyandang disabilitas).

Prinsip Layanan Disabilitas dalam Proses Peradilan

Hal yang menjadi prinsip layanan disabilitas dalam proses peradilan adalah:

  1. Adanya kemudahan akses bagi penyandang disabilitas dalam setiap proses peradilan
  2. Adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memudahkan dal setiap proses peradilan. Sarana dan prasarana yang dimaksud harus disesuaikan dengan ragam disabilitas, serta kebutuhan dan hambatan dari penyandang disabilitas.

Hal yang tak kalah penting dalam mewujudkan layanan peradilan yang inklusif, termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, adalah:

  1. Perlunya peningkatan kapasitas sumber daya lembaga peradilan
  2. Adanya kemitraan antara lembaga peradilan, pengada layanan, dan organisasi disabilitas.

Note: Infografis Layanan Peradilan yang Inklusif dapat diunduh di sini.

 

Penilaian Personal bagi Penyandang Disabilitas
Penilaian Personal bagi Penyandang Disabilitas

Penilaian personal bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan penting untuk dilakukan. Termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Yakni terkait dengan pemenuhan hak atas akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.

Penilaian personal bagi penyandang disabilitas ini diatur dalam PP No. 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

Dalam rangka pemenuhan akomodasi yang layak perlu untuk dilakukan penilaian personal terlebih dahulu. Untuk itu pihak yang berkewajiban menyediakan akomodasi yan layak perlu untuk mengajukan permintaan penilaian personal. Hal ini penting agar bentuk akomodasi yang layak yang diberikan sesuai dengan ragam dan kebutuhan penyandang disabilitas yang bersangkutan.

Penilaian Personal bagi Penyandang Disabilitas

Penilaian personal sendiri adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak.

Sementara definisi akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Siapa yang dapat mengajukan permintaan penilaian penilaian personal?

Yang dapat mengajukan permintaan penilaian personal adalah lembaga yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan berkewajiban menyediakan akomodasi yang layak. Dalam kaitannya dengan proses peradilan, maka lembaga yang dimaksud adalah lembaga penegak hukum dan lembaga lain yang terkait proses peradilan.

Lembaga penegak hukum yang dimaksud adalah:

  • Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
  • Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga lain yang terkait proses peradilan adalah:

  • rumah tahanan negara
  • lembaga penempatan anak sementara,
  • Lambaga pemasyarakatan
  • lembaga pembinaan khusus anak,
  • balai pemasyarakatan
  • organisasi advokat
  • lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.

Lalu kepada siapa permintaan penilaian personal diajukan?

Permintaan penilaian personal diajukan kepada :

  • dokter atau tenaga kesehatan lainnya; dan/atau
  • psikolog atau psikiater.

Note: Infografis penilaian personal bagi penyandang disabilitas dapat didownload di sini.

Infografis Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan
Akomodasi Yang Layak Dalam Proses Peradilan

Akomodasi Yang Layak Dalam Proses Peradilan. Secara tegas diatur dalam PP No. 39 Tahun 2020. Pemenuhannya penting dalam hal terkait penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas.

Infografis Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan

Akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Siapa yang harus menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan?

PP No. 39 Tahun 2020 menyebut secara tegas bahwa Lembaga Penegak Hukum wajib menyediakan Akomodasi yang Layak.

Yang dimaksud Lembaga Penegak Hukum di sini adalah:

  • Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya;
  • Mahkamah Konstitusi
  • Lembaga lain yang terkait dalam proses peradilan: antara lain, rumah tahanan negara, lembaga penempatan anak sementara, lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, balai pemasyarakatan, organisasi Advokat, dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.

Dalam menyediakan akomodasi yang layak, Lembaga Penegak Hukum mengajukan permintaan penilaian personal kepada dokter atau tenaga keshatan lainnya, dan/atau kepada psikolog atau psikiater.

Penilaian Personal adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan, dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak.

Akomodasi yang layak diberikan berdasarkan ragam disabilitas yang meliputi:

  • disabilitas fisik
  • disabilitas intelektual
  • disabilitas mental
  • disabilitas sensorik
  • disabilitas ganda atau multi.

Akomodasi yang layak terdiri atas pelayanan serta sarana dan prasarana.

Pelayanan, paling sedikit terdiri dari:

  • perlakuan nondiskriminatif;
  • pemenuhan rasa aman dan nyaman;
  • komunikasi yang efektif;
  • pemenuhan informasi terkait hak penyandang disabilitas dan perkembangan proses peradilan
  • penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh
  • penyediaan standar pemeriksaan penyandang disabilitas dan standar pemberian jasa hukum.
  • penyediaan pendamping disabilitas dan/atau penerjemah.

Sedangkan sarana dan prasarana, diberikan sesuai ragan disabilitas, serta disesuaikan dengan kondisi hambatan yang dimiliki penyandang disabilitas.

Bentuk akomodasi yang layak bagi difabel dapat dilihat di sini.

Peran Serta Masyarakat

Masyarakat dapat berperan serta dalam pemenuhan hak akomodasi yang layak melalui:

  • pendampingan penyandang disabilitas dalam proses peradilan
  • pemantauan terhadap proses peradilan penanganan perkara penyandang disabilitas
  • penelitian dan pendidikan mengenai akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan
  • pelaksanaan sosialisasi mengenai hak penyandang disabilitas serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan akomodasi yang layak.

Note: Infografis Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan dapat didownload di sini.

Seminar Komitmen Pemenuhan Akomodasi Yang Layak

Seminar Komitmen Pemenuhan Akomodasi Yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan tehadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas. Adalah kegiatan seminar yang diselenggarakan CIQAL di bulan ini.

Seminar ini merupakan kegiatan lanjutan dari serangian kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Yakni merupakan bagian dari program Pemenuhan Hak Atas Akomodasi Yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Dengan Disabilitas.

Dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Antara lain adalah bagaimana dalam proses penanganan tersebut memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang disesuaikan dengan ragam kedisabilitasannya.

Kebutuhan-kebutuhan yang disesuaikan dengan ragam disabilitas itulah disebut sebagai Akomodasi yang Layak. Yaitu modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan. Demikian definisis menurut UU No. 8 Tahun 2016 dan PP No. 39 Tahun 2020.

Kegiatan seminar diselenggarakan di Kabupaten Sleman dan Bantul. Yakni pada tanggal 12 September di Sleman dan 16 September di Kabupaten Bantul.

Dalam seminar yang diselenggarakan di Kabupaten Sleman hadir Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, Suci Iriani Sinuraya, dan juga Nuning Suryatiningsih. Hadir sebagai peserta antara lain UPTD PPA Kabupaten Sleman, Unit PPA dan Binmas Polres Sleman, Forum LSM, Kader Desa, Forkomdesi, FKDS, serta pengada layanan lainnya. Hadir pula organisasi disabilitas di Kabupaten Sleman antara lain PPDI Kabupaten Sleman, HWDI Kabupaten Sleman, Gerkatin Kabupaten Sleman, Pertuni Kabupaten Sleman, ITMI Kabupaten Sleman, dan Difagana.

Seminar Komitemen Pemenuhan Akomodasi yang Layak

Sementara dalam seminar tanggal 16 September, hadir sebagai keynote speaker adalah Gunawan Budi Santoso, Kepala Dinas Sosial Bantul yang hadir mewakili Bupati Bantul. Pemateri lainnya adalah Retno Palupi dari UPTD PPA Bantul serta Nuning Suryatiningsih. Seminar dihadiri Lembaga Penegak Hukum (Polres Bantul, Pengadilan Agama Bantul, LBH Tentrem), pengada layanan, dan organisasi disabilitas di Kabupaten Bantul. Organisasi disabilitas di Bantul yang hadir antara lain HWDI, PPDI, FPDB, Pertuni, ITMI, Gerkatin dan NPC.

Seminar Komitmen Pemenuhan Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Disabilitas di Kabupaten Bantul

Seminar Komitmen Pemenuhan Akomodasi Yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan tehadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas di Kabupaten Bantul

Poster Infografis

Dalam seminar tersebut peserta mendapatkan kit berupa 5 poster yang berisi infografis terkait:

Kegiatan Seminar Komitmen Pemenuhan Akomodasi Yang Layak diselenggarakan dengan dukungan Disability Rights Fund (DRF).

Bentuk Akomodasi Yang Layak dalam Proses Peradilan

Bentuk Akomodasi Yang Layak dalam Proses Peradilan diberikan agar penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum dapat menikmati haknya secara penuh. Termasuk di sini adalah perempuan disabilitas dan anak disabilitas yang menjadi korban kekerasan.

Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan. Adanya akomodasi yang layak dalam proses peradilan merupakan wujud dari sistem peradilan yang inklusif.

Berdasarkan PP No. 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, akomodasi yang layak diberikan berdasarkan ragam disabilitas.

Akomodasi yang layak diberikan dalam setiap proses peradilan. Diberikan oleh Lembaga Penegak Hukum. Akomodasi yang layak terdiri atas Pelayanan serta Sarana dan Prasarana.

Bentuk Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan
Infografis: Bentuk Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan

Pelayanan

Akomodasi yang layak yang berbentuk pelayanan, minimal berupa:

  • perlakuan nondiskriminatif
  • pemenuhan rasa aman dan nyaman
  • komunikasi yang efektif
  • pemenuhan inforrnasi terkait hak Penyandang Disabilitas dan perkembangan proses peradilan
  • penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh
  • penyediaan standar pemeriksaan Penyandang Disabilitas dan standar pemberian jasa hukum
  • penyediaan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah.

Sarana dan Prasarana

Adapun bentuk akomodasi yang layak yang berupa sarana dan prasarana, diberikan berdasarkan ragam disabilitas sertya disesuaikan dengan kondisi hambatan yang dialami penyandang disabilitas.

Sarana dan prasarana yang diberikan kepada penyandang disabilitas yang memiliki hambatan penglihatan, paling sedikit terdiri atas: komputer dengan aplikasi pembaca layar, laman yang mudah dibaca oleh Penyandang Disabilitas, dokumen tercetak dengan huruf braille, dan/atau media komunikasi audio.

Sarana dan prasarana yang diberikan kepada penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dengan pendengaran atau wicara atau komunikasi, minimal berupa: papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya, dan/atau alat peraga.

Bagi penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dengan mobilitas, maka sarana dan prasarana yang diberikan minimal berupa: kursi roda, tempat tidur beroda, dan/atau alat bantu mobilitas lain sesuai dengan kebutuhan.

Kemudian untuk penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dengan mengingat dan konsentrasi, maka sarana dan prasarana yang diberikan minimal berupa: gambar, maket, boneka, kalender, dan/atau alat peraga lain sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu, untuk penyandang disabilitas dengan hambatan intelektual, sarana dan prasarana yang dibutuhkna minimal berupa: obat-obatan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan.

Lalu sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas dengan hambatan perilaku dan emosi, minimal berupa: obat-obatan, fasilitas kesehatan, ruangan yang nyaman dan tidak bising, dan/atau fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan.

Bagi penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dalam mengurus diri sendiri, maka sarana dan prasarana yang dibutuhkan minimal berupa: obat-obatan, ruang ganti yang mudah diakses, dan/atau keperluan lain sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu, sarana dan prasarana juga diberikan berdasarkan hambatan yang dialami penyandang disabilitas berdasarkan dari hasil penilaian personal. Penilaian personal adalah upaya untuk menilai ragam, tingkat, hambatan dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis untuk menentukan akomodasi yang layak.

Sarana dan Prasarana Lainnya

Selain yang telah disebutkan di atas, sarana dan prasarana lainnya yang perlu disediakan oleh Lembaga Penegak Hukum adalah:

  • ruangan yang sesuai standar dan mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas
  • sarana transportasi yang mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas ke tempat pemeriksaan sesuai dengan kewenangannya
  • fasilitas yang mudah diakses pada bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Note: Infografis Bentuk Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan versi pdf dapat didownload di sini.

Infografis Dasar Hukum Penyediaan Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas
Infografis: Dasar Hukum Akomodasi yang Layak

Infografis: Dasar Hukum Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas, termasuk dalam proses peradilan, diperlukan untuk menjamin terpenuhinya hak penyandang disabilitas dalam mengakses keadilan secara penuh. Hal ini merupakan upaya untuk menghilangkan atau setidaknya untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi yang kerap terjadi saat penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.

Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.

Infografis Dasar Hukum Penyediaan Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas

Adapun dasar hukum pemberian Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas adalah sebagai berikut:

1. UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Ada beberapa pasal dalam UU No. 8 Tahun 2016 yang mengatur hak penyandang disabilitas saat berhadapan dengan hukum, yakni:

  • Pasal 9 (hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas),
  • Pasal 18 (hak aksesibilitas),
  • Pasal 36 (akomodasi yang layak dalam proses peradilan).

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

  • Berdasar Pasal 25 ayat (5) UU No. 12 Tahun2022, maka keterangan saksi dan/ atau korban penyandang disabilitas wajib didukung dengan penilaian personal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai akomodasi yang layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan.
  • Pasal 66 ayat (2) menyebutkan “ Korban Penyandang Disabilitas berhak mendapat aksesibilitas dan akomodasi yang layak guna pemenuhan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.”
  • Berdasarkan Pasal 70, Hak korban atas pemulihan meliputi sebelum dan selama proses peradilan.Hak korban yang dimaksud antara lain adalah pemberian aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi Korban Penyandang Disabilitas.

3. PP No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan

Pasal 2 menyebutkan bahwa Lembaga penegak hukum wajib menyediakan Akomodasi yang Layak.

Adapun yang dimaksud dengan Lembaga penegak hukum adalah:

  • Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
  • Mahkamah Konstitusi
  • lembaga lain yang terkait proses peradilan.

Yang dimaksud dengan lembaga lain yang terkait proses peradilan, antara lain adalah  rumah tahanan negara, lembaga penempatan anak sementara, lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, balai pemasyarakatan, organisasi Advokat, dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.

Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam rangka menyediakan Akomodasi yang Layak, lembaga penegak hukum mengajukan permintaan Penilaian Personal. Kemudian lebih lanjut dalam Pasal 4 disebutkan bahwa pemberian akomodasi yang layak berdasarkan ragam disabilitas.

Apa peran pemerintah daerah dalam pemberian akomodasi yang layak ini?

Berdasarkan Pasal 17 PP No. 39 Tahun 2020, Lembaga penegak hukum dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah, lembaga, atau Organisasi Penyandang Disabilitas untuk menghadirkan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah. Jadi dalam hal penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, pemerintah daerah dapat berperan dalam hal penyediaan pendamping penyandang disabilitas dan/atau penterjemah.

Note:

Infografis: Dasar Hukum Akomodasi yang Layak dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan Disabilitas, dapat didownload di sini. Infografis ini disusun oleh CIQAL dan didukung oleh Disability Rights Fund (DRF).

Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Penyandang Disabilitas
Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Penyandang Disabilitas

Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Penyandang Disabilitas. Merupakan salah satu kegiatan dari Program Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Kesiapsiagaan Bencana di Desa Glagaharjo. Yaitu Program CIQAL yang didukung oleh Australian Volunteer Program.

Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Penyandang Disabilitas

Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2022, bertempat di kantor Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman. Pelatihan dilakukan terhadap 25 orang, yang terdiri dari perangkat desa, 10 kepala dukuh, kader desa dan penyandang disabilitas di Desa Glagaharjo. Peserta perlu untuk mengetahui cara penggunaan tools sebelum mereka turun untuk melakukaan pendataan penyandang disabilitas di Desa Glagaharjo.

Dalam pelatihan ini, tools yang digunakan adalah tools pendataan yang telah dikembangkan oleh Tim CIQAL.

Adapun tujuan dari diselenggarakannya Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Penyandang Disabilitas ini adalah:

  • Agar peserta memahami dan dapat mengidentifikasi tentang siapa-siapa saja yang merupakan penyandang disabilitas, ragam disabilitas dan juga  tentang karakteristik penyandang disabilitas
  • Agar peserta dapat memahami dan dapat menggunakan tools pendataan serta dapat melakukan pendataan penyandang disabilitas di Desa Glagaharjo.

Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, kegiatan dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pengenalan isu disabilitas dan sesi penggunaan tools pendataan.

Sesi pertama, pengenalan isu disabilitas. Peserta dikenalkan tentang apa itu penyandang disabilitas dan permasalahannya. Peserta diperkenalkan tentang apa saja ragam disabilitas dan juga karakteristiknya. Hal ini penting, agar peserta dapat memahami siapa saja yang termasuk penyandang disabilitas.

Kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua, yakni sesi penggunaan tools pendataan. Peserta diperkenalkan bagaimana cara menggunakan tools pendataan penyandang disabilitas tersebut. Juga bagaimana cara melakukan pendataan.

Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Penyandang Disabilitas

“Setelah pelatihan, peserta akan melakukan pendataan penyandang disabilitas di Desa Glagharjo. Diharapkan pendataan akan selesai dalam waktu 2 minggu, “ Demikian menurut Arni Surwanti selaku Koordinator Program.

Kebutuhan Pendataan

Kebutuhan pendataan penyandang disabilitas dengan karakteristik yang detail sangat penting di Desa Glagaharjo. Hal ini agar Pemerintah Desa Glagaharjo memiliki peta keberadaan penyandang disabilitas. Sehingga pada saat terjadi bencana, berdasarkan data tersebut dapat diketahui dijadikan pedoman bagi tim Tanggap Bencana untuk melakukan evakuasi saat terjadi bencana, dan memberikan pelayanan yang baik dan tepat kepada penyandang disabilitas.

Sebelum pelatihan penggunaan tools pendataan ini dilaksanakan, Tim CIQAL telah melakukan beberapa kegiatan seperti koordinasi dengan Pemerintah Desa Glagaharjo, diskusi dengan tim IT, serta pengembangan tool pendataan penyandang disabilitas untuk Desa Glagaharjo.

Translate »