Diskusi Persiapan Monitoring Implementasi SDGs
Diskusi Persiapan Monitoring Implementasi SDGs

Diskusi Persiapan Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas. Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan pasca training monitoring SDGs yang dilakukan secara online via Zoom. Diselenggarakan oleh CIQAL, ILAI dan MPM PP Muhammadiyah, serta didukung oleh DRF (Disability Rights Fund). Merupakan bagian dari advokasi untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas (difabel).

Diskusi membahas tools monitoring dan persiapan monitoring implementasi SDGs  di Kabupaten Gunungkidul
Diskusi membahas tools monitoring dan persiapan monitoring implementasi SDGs di Kabupaten Gunungkidul
Diskusi ini dilakukan di 4 kabupaten, yakni:
  • Gunungkidul pada tanggal 4 Juli 2020.
  • Sleman tanggal 5 Juli 2020.
  • Bantul tanggal 8 Juli 2020.
  • Kulon Progo tanggal 9 Juli 2020.

Diskusi ini diikuti oleh 10 orang penyandang disabilitas dari tiap-tiap kabupaten.

Diskusi membahas tools monitoring dan persiapan monitoring implementasi SDGs di Kabupaten Sleman
Diskusi membahas tools monitoring dan persiapan monitoring implementasi SDGs di Kabupaten Sleman

Pertemuan secara langsung (offline) ini dilakukan untuk menguatkan kembali pemahaman peserta tentang monitoring implementasi SDGs berperspektif disabilitas.

Diskusi membahas tools monitoring dan persiapan monitoring SDGs di Kabupaten Bantul
Diskusi membahas tools monitoring dan persiapan monitoring SDGs di Kabupaten Bantul

Sebelumnya telah mengadakan pelatihan monitoring pelaksanaan SDGs (Sustainable Development Goal) untuk penyandang disabilitas. Kegiatan tersebut dilakukan secara online karena situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Ada 4 training yang telah dilakukan berdasarkan bidang yang akan dimonitor. Pertama, terkait kemiskinan. Kedua, pendidikan. Ketiga, pekerjaan. Keempat, infrastruktur.

Memperkuat pemahaman terkait pentingnya monitoring implementasi SDGs berperspektif disabilitas

Materi-materi dalam pelatihan yang sudah dilakukan diulang kembali dalam diskusi ini. Tentang apa itu monitoring. Dijelaskan bagaimana cara melakukan monitoring. Juga dijelaskan kembali mengapa monitoring ini penting.

Diskusi tools monitoring dan persiapan monitoring implementasi SDGs di Kabupaten Kulon Progo.
Diskusi tools monitoring dan persiapan monitoring implementasi SDGs di Kabupaten Kulon Progo

Apakah SDGs atau TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) di tingkat kabupaten sudah benar-benar dilaksanakan secara inklusi. Intinya, apakah pembangunan yang dilakukan di tingkat kabupaten itu sudah menyasar kebutuhan penyandang disabilitas. Seberapa banyak hak-hak penyandang disabilitas sudah terpenuhi. Hal-hal seperti inilah yang perlu dimonitoring atau diamati.

Pengulangan materi pelatihan yang sudah diberikan itu penting, agar peserta benar-benar memahami apa yang akan mereka lakukan nanti di lapangan.

Dalam pertemuan itu juga didiskusikan kemungkinan-kemungkinan yang nanti akan muncul di lapangan. Kemungkinan kesulitan yang mungkin akan dialami. Misalnya pemonitor gagal melakukan wawancara karena adanya penolakan. Dibahas juga tentang instansi atau pihak mana saja yang bisa di wawancara. Juga siapa saja yang akan melakukan.

Uji Coba Tools Monitoring

Sebenarnya, monitoring yang akan dilakukan tersebut adalah untuk menguji tools monitoring yang sudah tersusun. Uji coba tools monitoring tersebut dilakukan di 4 kabupaten, yakni Bantul, Sleman, Gunungkidul dan Kulon Progo. Di tiap kabupaten terdapat 1 tim monitoring yang terdiri dari 10 penyandang disabilitas (difabel) dengan ragam disabilitas yang berbeda. Keragaman itu meliputi disabilitas fisik, disabilitas netra dan Tuli.

Goal atau bidang yang akan dimonitoring untuk tiap kabupaten/kelompok berbeda. Pertama, Kelompok Gunungkidul akan memonitor bidang kemiskinan. Kedua, Kelompok Bantul tentang infrastruktur. Ketiga, Kelompok Sleman khusus tentang pendidikan. Keempat, Kelompok Kulonprogo di bidang pekerjaan yang layak. Masing-masing kelompok akan bertugas di wilayah kabupaten masing-masing.

Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas
Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas

Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas via Zoom.

Kegiatan ini merupakan bagian dari Advokasi RAD (Rencana Aksi Daerah) SDGs (Sustainable Development Goals), atau TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Advokasi untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak penyandang disabilitas.

Pelatihan ini diselenggarakan oleh CIQAL (Center for Improving Qualified Activities in Life of People with Disabilities), ILAI (Institute Legal Aid) dan MPM PP Muhammadiyah. Kegiatan ini didukung oleh Disability Rights Fund (DRF).

SDGs sendiri adalah agenda pembangunan dunia untuk mencapai kesejahteraan seluruh umat manusia. Meskipun SDGs memiliki 17 goal, namun dalam project ini, kami fokus pada pada 4 tujuan. Keempat tujuan tersebut kami anggap paling penting diantara yang terpenting.

Keempat tujuan/Goal yang kami soroti adalah: Goal 1 (tanpa kemiskinan), Goal 4 (pendidikan berkualitas), Goal 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), dan Goal 9 (infrastruktur).

Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas via Zoom
Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas via Zoom

Training ini diikuti oleh beberapa perwakilan penyandang disabilitas (difabel) di tingkat kabupaten. Hal ini tak lain agar penyandang disabilitas memahami tentang sejauh mana pencapaian pelaksanaan SDGs/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di tingkat kabupaten. Selanjutnya, diharapkan agar penyandang disabilitas bisa melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pembangunan. Apakah pembangunan sudah berperspektif disabilitas. Apakah penyandang disabilitas tidak dikecualikan dalam program-program pemerintah kabupaten. Dengan kata lain, apakah pembangunan tersebut benar-benar sudah inklusi terhadap penyandang disabilitas.

Training monitoring implementasi SDGs ini dilakukan di 4 Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesemuanya dilakukan secara online melalui Zoom. Hal ini karena pandemi Covid yang belum berakhir.

Berikut Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas yang dilakukan via zoom:

1. Training Monitoring Implementasi SDGs Goal 9 (Infrastruktur) di Kabupaten Bantul.

Dilakukan tanggal 24 Juni 2020. Diikuti 10 penyandang disabilitas yang mewakili organisasi disabilitas seperti HWDI Bantul, Pertuni Bantul, FPDB, dan DPO Sewon.

Dijelaskan dalam training ini tentang infrastruktur yang aksesibel itu seperti apa. Juga dibahas tentang tool monitoring dan cara melakukan monitoring terhadap pelaksanaan SDGs Goal 9 di kabupaten Bantul. Video training ini bisa dilihat di sini.

2.Training Monitoring Implementasi SDGs Goal 4 (Pendidikan yang berkualitas) di Kabupaten Sleman

Pendidikan yang berkualitas yang dimaksud adalah pendidikan yang inklusi. Pendidikan di mana penyandang disabilitas tidak terpinggarkan, tidak tertolak di sekolah manapun karena kondisi disabilitasannya.

Training monitoring SDGs goal 4 ini dilakukan pada tanggal 25 Juni 2020. Diikuti 10 difabel dari PPDI Sleman, Pertuni sleman, HWDI Sleman, Gerkatin Sleman, dan Forkomdesi.

Video training Monitoring Implementasi SDGs Goal 4 bisa dilihat di sini.

3. Training Monitoring Implementasi SDGs Goal 8 (Pekerjaan yang layak) di Kabupaten Kulon Progo

Dilakukan tanggal 26 Juni 2020. Diikuti 10 difabel dari beberapa organisasi disabilitas di Kulon Progo. Videonya bisa dilihat di sini.

4. Training Monitoring Implementasi SDGs Goal 1 (Tanpa kemiskinan) di Kabupaten Gunungkidul

Dilakukan tanggal 27 Juni 2020. Diikuti 10 difabel dari Gunungkidul. Selengkapnya bisa dilihat di video di sini.

Diharapkan teman-teman difabel bisa memahami training ini. Memahami tool monitoring yang diberikan. Memahami cara melakukan monitoring. Hingga ke depan, mereka bisa melakukan monitoring, pengkawalan pembangunan agar benar-benar inklusi. Tanpa meninggalkan siapapun, termasuk difabel.

Pernyataan Sikap FPHPD atas Ditolaknya Raperda Disabilitas Kota Yogyakarta

Berkaitan dengan ditolaknya Raperda Disabilitas Kota Yogyakarta oleh Biro Hukum Pemerintah DIY karena terkesan mengatur ulang norma-norma yang sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016, FPHPD (Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas) yang terdiri dari CIQAL, MPM PP Muhammadiyah, dan ILAI, merasa perlu untuk memberikan pernyataan sikap melalui konferensi pers. Hal ini tak lain karena Pansus DPRD Kota Yogyakarta tidak memperhatikan masukan organisasi-organisasi Penyandang Disabilitas.

Konferensi pers dilakukan pada hari Senin, 14 agustus 2017, bertempat di Kantor MPM PP Muhammadiyah Yogyakarta. Selengkapnya press release

Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas

 

Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas

DPRD KOTA YOGYAKARTA HARUS SEGERA PERBAIKI RAPERDA PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN MELIBATKAN ORGANISASI PENYANDANG DISABILITAS

Forum Penguatan Hak Penyandang Disabilitas (FPHPD) telah mulai menyuarakan pentingnya PERDA Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta sejak akhir tahun 2014. FPHPD yang terdiri dari Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, CIQAL, ILAI (Independent Legal aid Institute), serta komunitas penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta secara aktif mendorong segera terwujudnya Perda tersebut dengan memberikan masukan-masukan terkait materi naskah akademik maupun substansi materi dalam Raperda tersebut.   FPHPD telah menyerahkan draf naskah akademik maupun draft Raperda kepada DPRD Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Dalam perkembangannya pengajuan Raperda menjadi inisiatif DPRD Kota Yogyakarta. Perumusan substansi materi Raperda ini sudah sudah berlangsung sejak awal 2015 dengan dimasukkannya pembahasan Raperda tersebut dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Kota Yogyakarta. DPRD Kota Yogyakarta selanjutnya  juga telah bekerja sama dengan pihak perguruan tinggi dalam menyusun naskah akademik maupun draf Raperda.

Dokumen Raperda yang telah disusun oleh perguruan tingi selanjutnya oleh Pansus DPRD Kota Yogyakarta disosialisasikan kepada organisasi Penyandang Disabilitas. Draft tersebut oleh organisasi Penyandang Disabilitas dianggap kurang memenuhi kebutuhan karena belum secara komprehensif mengatut mengenai perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang disabilitas dan selama penyusunannya tim dari perguruan tinggi kurang melibatkan organisasi Penyandang Disabilitas. Dalam berbagai pertemuan yang diselenggarakan oleh Pansus DPRD Kota Yogyakarta, FPHPD dan organisasi Penyandang Disabilitas  menyampaikan berbagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan. Perjalanan pembahasan Raperda tersebut ternyata sangat lama, terbukti sampai akhir tahun 2016 Raperda belum juga disahkan.

Pada tanggal 1 Nopember 2016 DPRD Kota Yogyakarta menginformasikan akan melakukan penundaan pengesahan Raperda Disabilitas Kota Yogyakarta karena diperlukan adanya penyesuaian naskah akademik dan draft Raperda dengan Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. FPHPD kembali memberikan masukan untuk penyempurnaan, dengan harapan Raperda ini bisa disahkan pada tahun 2016. Namun, Raperda tidak dapat disahkan pada akhir tahun 2016.

Awal Agustus 2017, Raperda Disabilitas di Kota Yogyakarta ditolak oleh Biro Hukum Pemerintah DIY karena terkesan mengatur ulang norma-norma yang sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016. Kondisi ini mengharuskan Raperda harus dirombak lagi. Hal ini patut disesalkan  karena dalam menyusun draf Raperda yang disampaikan ke Biro Hukum Pemerintah DIY, Pansus DPRD Kota Yogyakarta tidak memperhatikan masukan organisasi Penyandang Disabilitas. Perubahan draft Raperda yang disusun oleh DPRD Kota Yogyakarta juga tidak dikomunikasikan kepada komunitas Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta.

Melihat fakta ini, FPHPD mendesak Pansus DPRD Kota Yogyakarta segera melakukan perbaikan draf Raperda dengan memperhatikan  masukan serta melibatkan organisasi Penyandang Disabilitas dan sesuai prinsip penyusunan Peraturan Daerah.

 

Yogyakarta,  14 Agustus 2017

Forum Penguatan Hak Penyandang Disabilitas (FPHPD)

 

Dr. Arni Surwanti., M.Si

Koordinator

FGD Asesmen Kebutuhan Penyandang Disabilitas

FGD Asesmen Kebutuhan Penyandang Disabilitas Dalam Situasi Bencana di Banjarmasin

Pada tanggal 20 Mei 2017, dilakukan Asesmen Kebutuhan Penyandang Disabilitas dalam Situasi Bencana di Banjarmasin dalam bentuk FGD (Focus Group Discussion). Kegiatan yang dilakukan di Hotel Victoria River View Banjarmasin ini diikuti oleh Guruguru dari beberapa sekolah inklusi dan sekolah khusus di Kota Banjarmasin.

Tujuan dari FGD ini adalah untuk menemukan dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan penyandang disabilitas–termasuk di dalamnya anak dengan disabilitas–pada saat terjadi bencana di Banjarmasin. Ancaman bencana di Banjarmasin tentu saja berbeda dengan ancaman bencana di daerah lain. Di Banjarmasin sendiri, bencana yang seringkali terjadi adalah kebakaran, banjir (biasanya karena rob), dan angin puting beliung.
FGD ini merupakan bagian dari Program Advokasi Pelaksanaan Pendidikan PRB (Pengurangan Resiko Bencana) Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah Inklusi dan Sekolah Khusus. Dan Program ini merupakan Program CIQAL yang berkoalisi dengan MPM PP Muhammadiyah dan ILAI (Independent Legal Aid).

Workshop Penyusunan Buku Panduan dan Metode Pembelajaran PRB

Workshop Penyusunan Buku Panduan dan Metode Pembelajaran PRB untuk Siswa dengan Disabilitas di Banjarmasin

Workshop Penyusunan Buku Panduan dan Metode pembelajaran PRB (Pengurangan Resiko Bencana) untuk Siswa dengan Disabilitas di Banjarmasin diadakan tanggal 21 Mei 2017. Tepatnya satu hari setelah kegiatan FGD Asesmen Kebutuhan Penyandang Disabilitas Dalam Situasi Bencana. Workshop ini diikuti oleh orang tua siswa dengan disabilitas, guru sekolah khusus, dan guru sekolah inklusi di Kota Banjarmasin. Hal ini tak lain karena orang tua dan guru adalah pihak-pihak yang paling mengetahui metode pembelajaran seperti apa yang cocok untuk anak dengan disabilitas.

Workshop ini diperlukan sebagai bahan untuk menyusun Buku Panduan dan Metode Pembelajaran PRB (Pengurangan Resiko Bencana) untuk Siswa dengan disabilitas, yang bersekolah di sekolah khusus maupun sekolah inklusi. Dan workshop ini merupakan salah satu kegiatan dari Project Advokasi Pelaksanaan Pendidikan PRB (Pengurangan Resiko Bencana) Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah Inklusi dan Sekolah Khusus.

Project ini merupakan project CIQAL yang berkoalisi dengan MPM PP Muhammadiyah dan ILAI (Independent Legal Aid). Pilot project dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan di Kalimantan Selatan. Sasaran dari project ini adalah untuk mewujudkan pelayanan kebijakan pendidikan pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah inklusif dan sekolah khusus di Indonesia.

 

Polio (Poliomielitis)

Photo By : Google.co.id

Polio adalah salah satu penyebab seseorang mengalami disabilitas/difabilitas. Beberapa sumber menyatakan bahwa polio (poliomyelitis) adalah suatu penyakit. Tepatnya penyakit paralitis (kelumpuhan) yang disebabkan oleh virus poliovirus (PV).

Polio virus masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus dpat memasuki aliran darah dan mengalir ke system saraf pusat dan menyebabkan melemahnya otot, bahkan kadang menyebabkan kelumpuhan (paralitis).

Virus polio sering menyerang tanpa gejala, merusak sistem saraf dan menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Polio sendiri sudah ada sejak jaman prasejarah. Jaman Mesir Kuno. Bahkan kaisar Romawi, Claudius, terserang polio sejak masih kanak-kanak.

Jenis-jenis polio:

  1. Polio non paralitis. Menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu dan sensitive. Terjadi pada leher dan punggung.
  2. Polio paralitis. Dapat menyebabkan kelumpuhan. Polio paralitis dibagi menjadi 2, yakni Polio Sinal dan Polio Bulbar.

Pada polio spinal, virus polio menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengkontrol gerak fisik.

Pada polio Bulbar, virus ikut menyerang batang otak yang di dalamya terdapat saraf motorik yang mengatur pernafasan. Penderita polio bulbar harus hidup dengan alat bantu pernafasan atau paru-paru besi (iron lung).

Sampai saat ini masih belum ada obat untuk polio. Oleh karenanya usaha yang paling baik adalah melakukan pencegahan dengan memberikan vaksinasi dan imunisasi pada semua bayi dan anak. Termasuk pula pada wisatawan yang datang di daerah endemi.

Sumber: http://ciqal.blogspot.co.id/2013/02/polio-poliomielitis.html

Bipolar , Gangguan Manik-Depresif

Bipolar , Gangguan Manik-Depresif

Gangguan bipolar (Gangguan Manik-Depresif) adalah gangguan mental yang bersifat episodik, yang dialami seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati (mood swings) yang sangat ekstrim antara manic/mania (senang sekali) dan depresi (sedih sekali). Seorang penyandang bipolar bisa merasa sangat bahagia, namun di saat lain ia bisa berubah menjadi sangat sedih, putus asa, bahkan sampai bunuh diri. Hampir semua orang dengan gangguan bipolar mempunyai pikiran tentang bunuh diri.

Ada empat jenis episode suasana hati pada gangguan bipolar, yakni mania, hipomania, depresi, dan episode campuran. Setiap jenis episode suasana hati gangguan bipolar memiliki gejala yang unik.

Gejala-gejala dari tahap mania gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

  • Gembira berlebihan
  • Mudah tersinggung, mudah marah.
  • Merasa dirinya sangat penting.
  • Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain.
  • Mendengar suara yang tidak dapat didengar orang lain.
  • Sangat aktif dan bergerak sangat cepat.
  • Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan. Mudah melempar kritik terhadap orang lain.
  • Sulit tidur.
  • Melakukan tindakan-tindakan sembrono (boros, membuat keputusan aneh dan tiba-tiba namun cenderung berbahaya, Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari.).
  • Meningkatnya aktifitas bertujuan (sosial, seksual, sekolah, pekerjaan)
  • Merasa sangat mengenal orang lain.
  • Penuh ide dan semangat baru.

 

Gejala hipomania (lebih ringan dari mania):

  • Bersemangat dan penuh energi dengan munculnya kreativitas.
  • Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.
  • Penurunan kebutuhan untuk tidur.

Gejala-gejala dari tahap depresi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

  • murung dan merasa sedih berkepanjangan.
  • Sering menangis tanpa alasan yang jelas.
  • Kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.
  • Tidak mampu merasakan kegembiraan.
  • Mudah letih, tak bergairah, tak bertenaga, dan sulit konsentrasi.
  • Merasa tak berguna dan putus asa.
  • Merasa bersalah.
  • Rendah diri dan kurang percaya diri.Beranggapan masa depan suram dan pesimistis.
  • Hilang nafsu makan atau makan berlebihanm sehingga sering mengalami penurunan berat badan atau penambahan berat badan.
  • Sulit tidur  atau tidur berlebihan.
  • Mual sehingga sulit berbicara karena menahan rasa mual, mulut kering, susah buang air besar, dan terkadang diare
  • Kehilangan gairah seksual.
  • Menghindari komunikasi dengan orang lain.
  • Berpikir untuk bunuh diri.

 

Episode campuran (mixed state) adalah kondisi dimana manic dan depresi terjadi bersamaan. Yang bersangkutan bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlalu-lalang di kepala, agresif, dan panik. Namun, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Ia merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya serta berhalusinasi. Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Kondisi ini menjadi beban yang berat bagi orang dengan gangguan bipolar, sehingga keinginan untuk bunuh diri menjadi kuat.

Saat orang dengan gangguan bipolar akan melakukan bunuh diri, biasanya ia menunjukkan gejala sebagai berikut:

  • Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya.
  • Memiliki pandangan pribadi tentang kematian.
  • Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol
  • Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti tagihan listrik dan telepon.

Penyebab Bipolar

Penyebab pasti gangguan bipolar masih belum diketahui. Namun diyakini, gangguan bipolar disebabkan beberapa hal yang saling berkaitan, yakni genetik, biologis (hormonal, adanya ketidakseimbangan cairan kimia dalam otak), psikologis, dan lingkungan.

Jadi tidak selalu seseorang yang membawa gen bipolar pada saat dewasa akan menunjukkan gejala gangguan bipolar. Hal ini tergantung pada, keluarga, lingkungan dan bagaimana ia diperlakukan. Dari beberapa curhatan yang pernah saya baca, beberapa netter yang mengalami bipolar,  saat kecil atau remaja, sering mendapat kekerasan dari keluarga, atau dibully oleh teman-temannya. Lalu pada saat dewasa,  gejala bisa muncul. Jika gangguan bipolar ini tidak ditangani dengan tepat, akan membuat yang bersangkutan mengalami masalah untuk bermasyarakat, gejala menjadi memburuk, dan bahkan bisa menimbulkan kematian karena bunuh diri.

 

Dengan terapi yang tepat, gangguan bipolar dapat dikontrol penuh walaupun kemungkinan kambuh akan selalu ada.

Bipolar dan disabilitas

Ada pendapat yang mengatakan bahwa gangguan bipolar bisa mengakibatkan disabilitas jika tidak ditangani dengan benar.

Namun saya berpikir kalau bipolar adalah termasuk salah satu jenis disabilitas (mungkin pendapat saya bisa juga salah), dengan memperhatikan:

  • Article 1 UNCRPD: “Persons with disabilities include those who have long-term physical, mental, intellectual or sensory impairments which in interaction with various barriers may hinder their full and effective participation in society on an equal basis with other.” Dalam article 1 menyebut tentang mental impairment (gangguan mental)
  • Bahwa disabilitas adalah konsep yang terus berkembang serta merupakan hasil interaksi dari orang-orang yang mengalami impairment (gangguan) tersebut dengan hambatan-hambatan lingkungan yang menghalangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif atas dasar kesetaraan
  • mengingat gangguan bipolar salah satunya disebabkan karena ketidakseimbangan kandungan hormone di otak, artinya gejala bisa muncul sewaktu-waktu.

Sumber: http://duisuka.blogspot.co.id/2015/05/tentang-gangguan-bipolar.html

 

 

 

Translate »