Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD
Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD

Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD (United Nation Convention on The Rights of Persons with Disabilities). Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk Workhop Penyusunan Komentar Umum tentang Penyandang Disabilitas dalam Situasi Berisiko dan Darurat Kemanusiaan (Pasal 11 UNCRPD). Dilaksanakan di Hotel Kimaya Yogyakarta, pada tanggal 26-27 Januari 2023.

Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD
Foto Bersama Peserta Workshop dan Fasilitator. (CIQAL)

Latar Belakang

Saat ini Komite Hak Penyandang Disabilitas Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang menyusun Komentar Umum (General Comment) baru tentang Pasal 11 UNCRPD (Situasi Berisiko dan Darurat Kemanusiaan). Komentar Umum ini bertujuan untuk mengklarifikasi kewajiban Negara Pihak sesuai dengan pasal 11 Konvensi. Dan juga untuk memberikan rekomendasi kepada Negara Pihak tentang langkah-langkah yang harus mereka ambil untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap kewajiban mereka untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.

Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD
Workshop Penyusunan Komentar Umum tentang Penyandang Disabilitas dalam Situasi Bersiko dan Darurat Kemanusiaan. (CIQAL)

 

Berkaitan dengan hal tersebut, maka CIQAL dan OHANA menyelenggarakan Workhop Penyusunan Komentar Umum tentang Penyandang Disabilitas dalam Situasi Berisiko dan Darurat Kemanusiaan (Pasal 11 UNCRPD). Kegiatan ini didukung oleh Disability Rights Fund (DRF) dan Disability Rights Advocacy Fund (DRAF).

Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD
Proses Diskusi dalam rangka Penyusunan Komentar Umum tentang Penyandang Disabilitas dalam Situasi Bersiko dan Darurat Kemanusiaan.. (CIQAL)

Tujuan Penyusunan General Comment Article 11 UNCRPD

Tujuan dari penyelenggaraan workshop ini adalah:

  • Untuk mendokumentasikan dampak situasi berisiko dan darurat kemanusiaan (termasuk bencana dan pandemik) terhadap penyandang disabilitas
  • Untuk mendokumentasikan hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam mengakses layanan dan perlindungan dalam situasi berisiko dan darurat kemanusiaan. Misalnya, terkait akses keamanan, makanan, kesehatan, mata pencaharian, pendidikan, perlindungan sosial, dan lain-lain.
  • Untuk mengetahui sejauh mana partisipasi penyandang disabilitas dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan, protokol dan mekanisme penanganan bencana. Termasuk di dalamnya kesiapsiagaan bencana, respon tanggap darurat, dan pemulihan pasca bencana
  • Untuk memberikan masukan (rekomendasi dan tindakan) untuk memastikan inklusi yang lebih baik dalam perlindungan hak dan partisipasi penyandang disabilitas dalam situasi berisiko dan darurat kemanusiaan (bencana, pandemi, dan sebagainya).

Workshop dihadiri oleh CIQAL, OHANA, serta CAI Bandung, Sehati Sukoharjo, dan PPDK (Paguyuban Penyandang Disabilitas Klaten). Hadir pula HRWG (Human Rights Working Group) yang membantu dalam proses penyusunan masukan.

SOP Evakuasi Dan Penyelamatan Penyandang Disabilitas
SOP Evakuasi Dan Penyelamatan Penyandang Disabilitas

SOP Evakuasi Dan Penyelamatan Penyandang Disabilitas. Merupakan SOP yang memberikan pelindungan khusus bagi penyandang disabilitas pada saat terjadi bencana.  

Sebelumnya, penanganan bagi penyandang disabilitas selama ini di serahkan pada keluarga yang memiliki anggota dengan disabilitas. Misalnya pada saat erupsi Gunung Merapi, penyandang disabilitas mengungsi mandiri bersama dengan keluarga. Kemudian pada saat berada di barak pengungsian, maka keluarga itu sendiri yang juga harus bertanggung jawab. Ketersediaan rumah tinggal sementara juga masih belum akseibel penyandang disabilitas. Bangunan posko pengungsian dengan fasilitasnya belum memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas. Pada saat itu, pemerintah Desa hanya mampu memberikan instruksi pada tetangga, apabila ada bencana diminta untuk juga membantu evakuasi  penyandang disabilitas untuk mengungsi ke barak pengungsian.

Sementara itu tim tanggap bencana, belum mengetahui apa yang harus dilakukan untuk penyandang disabilitas ketika terjadi bencana.

Untuk itu diperlukan adanya Standard Operasional Prosedur (SOP) terkait apa yang harus dilakukan dalam memfasilitasi korban penyandang disabilitas ketika terjadi bencana. SOP ini kemudian disusun dalam sebuah workshop oleh CIQAL bersama dengan Pemerintah Desa Glagaharjo dan tim tanggap darurat, serta melibatkan penyandang disabilitas.

SOP Evakuasi Dan Penyelamatan Penyandang Disabilitas
Workshop Penyusunan SOP Evakuasi dan Penyelamatan Penyandang Disabilitas di Desa Glagaharjo. (CIQAL)

Workshop penyusunan SOP yang merupakan bagian dari program CIQAL. Program yang didukung oleh Australian Volunteer Program. Draft SOP hasil workshop ini perlu untuk ditambahkan pada dokumen kontingensi bencana Desa Glagaharjo.

 

Pelatihan Mitigasi Bencana Bagi Disabilitas Glagaharjo
Pelatihan Mitigasi Bencana Bagi Disabilitas Glagaharjo

Pelatihan Mitigasi Bencana Bagi Disabilitas Glagaharjo. Merupakan salah satu kegiatan yang lakukan CIQAL dengan dukungan Australian Volunteer Program.

Pelatihan Mitigasi Bencana Bagi Disabilitas Glagaharjo
Pelatihan Mitigasi Bencana Bagi Disabilitas di Desa Glagaharjo. (CIQAL)

Pada saat ini belum semua penyandang disabilitas memahami konsep tentang kebencanaan. Pendidikan pengurangan resiko bencana baru dilakukan dalam pilot project di sekolah tertentu atau di wilayah tertentu saja.

Pada suatu daerah tertentu bisa jadi penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya belum memiliki pemahaman apa itu yang disebut bencana. Mereka tidak mengetahui bagaimana menyelamatkan diri dan bencana dan bagaimana mempersiapkan diri apabila terjadi bencana.

Demikian pula masyarakat dan tim tanggap bencana belum semua memiliki pemahaman serta belum mengetahui di mana letak keberadaan penyandang disabilitas dan kelompok rentan. Tim tanggap bencana juga belum memiliki pemahaman yang cukup dalam memperlakukan penyandang disabilitas ketika terjadi bencana.

Oleh karena itu inovasi yang akan dikembangkan adalah mengembangkan edukasi pendidikan pengurangan resiko bencana pada pemerintah desa, tim tanggap bencana dan penyandang disabilitas dengan metode dan media pembelajaran mempertimbangkan karakteristik disabilitas. Edukasi ini juga memberikan pemahaman bagi pemerintah desa, tim tanggap bencana desa bagaimana memberikan penanganan pada penyandang disabilitas ketika terjadi bencana.

Pelatihan ini diberikan kepada pemerintah desa dan tim tanggap bencana dan kelompok disabilitas Desa Glagaharjo. Tujuannya agar mereka mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang bencana. Juga bagaimana melakukan penyelamatan diri ketika terjadi bencana. Serta memberikan prioritas pelayanan dalam setiap tahapan proses penanggulangan bencana sesuai dengan kebutuhannya pada penyandang disabilitas. Penguatan dilakukan dengan memberikan pelatihan dan simulasi penyelamatan pada penyandang disabilitas penyelamatan penyandang disabilitas dalam situasi darurat.

 

Asa Difa, Kelompok Disabilitas Desa Glagaharjo

Asa Difa, Kelompok Disabilitas Desa Glagaharjo. Komunitas disabilitas ini yang belum lama terbentuk.

Sebelumnya, di desa Glagaharjo belum dibentuk Kelompok Disabilitas Desa. Akibatnya selama ini belum ada perwakilan disabilitas yang mampu menyuarakan haknya. Perwakilan Penyandang disabilitas yang hadir belum memiliki pemahaman dan belum pernah berinteraksi satu sama lain. Mereka juga belum punya pemahaman yang baik terkait apa yang dimaksud dengan bencana dan apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Pengalaman ketika bencana erupsi Merapi tahun 2010, mereka mengalami kesulitas dalam menggunakan  toilet serta tidak mendapatkan layanan yang baik terkait makan dan minum. Kebutuhan dasar untuk keperluan tidur  juga tidak diperoleh. Penyelamatan diri pada saat terjadi bencana sangat mengandalkan pada peran keluarga yang membawa mereka ke tempat aman. Penyandang disabilitas Desa Glagaharjo juga belum informasi yang mudah diakses akan adanya bencana dan mendapatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana.

Oleh karena itu dibentuklah Kelompok Disabilitas Desa Glagaharjo. Kelompok Disabilitas Desa (KDD) ini dibentuk atas inisiasi CIQAL, dengan dukungan Australian Volunteer Program (AVP).

Keberadaaan kelompok disabilitas desa Asa Difa ini diharapkan bisa menjembatani komunikasi antara pemerintah desa, tim tanggap bencana desa dengan penyandang disabilitas, dan memastikan adanya layanan pada penyandang disabilitas. Adanya peningkatan kapasitas pada penyandang disabilitas dan tim tanggap bencana penyelamatan yang inklusif.

Asa Difa, Kelompok Disabilitas Desa Glagaharjo
Pembentukan Kelompok Disabilitas Desa Glagaharjo. (Foto koleksi CIQAL)

Pembentukan Asa Difa, Kelompok Disabilitas Desa Glagaharjo, ini didahului dengan melaksanakan workshop pembentukan Kelompok Disabilitas Desa dan Pelatihan keorganisasian, sehingga kelompok Disabilitas Desa ini menjadi jembatan komunikasi disabilitas dengan pemerintah desa dan Tim Tanggap Bencana Desa.

 

Sistem Informasi Disabilitas Desa Glagaharjo Sleman
Sistem Informasi Disabilitas Desa Glagaharjo Sleman

Sistem Informasi Disabilitas Desa Glagaharjo Sleman. Ketersediaan system informasi tentang pendataan keberadaan penyandang disabilitas ini diperlukan sehingga ketika terjadi bencana akan diutamakan penyelamatan pada kelompok rentan ini. Ini juga untuk meminimumkan stigma negative pada penyandang disabilitas apabila rumahnya diberi tanda bahwa penghuninya ada penyandang disabilitas atau kelompok rentan.

Sistem Informasi Disabilitas Desa Glagaharjo Sleman
Sistem Informasi Disabilitas Desa Glagaharjo Sleman

CIQAL, dengan dukungan Australian Volunteer Program, mempersiapkan adanya system informasi informasi yang bisa dimanfaatkan penyediaan data tentang kondisi penyandang disabilitas, edukasi kebencanaan yang berkelanjutan dan penyediaan informasi-informasi kebencanaan lainnya.

Sistem Informasi disabilitas (SIMDIS) ini berisi data disabilitas. Melalui system informasi ini masyarakat dimungkinkan untuk melakukan update data yang akan diverifikasi oleh pemerintah desa. SIMDIS Desa Glagaharjo dapat diakses melalui link http://simdis.desaglagaharjo.id/.

 

 

Kesiapsiagaan Bencana Desa Glagaharjo: Pendataan Penyandang Disabilitas

Kesiapsiagaan Bencana Desa Glagaharjo: Pendataan Penyandang Disabilitas.  Pada saat ini belum semua penyandang disabilitas memahami konsep tentang kebencanaan. Pendidikan pengurangan resiko bencana baru dilakukan dalam pilot project di sekolah tertentu atau di wilayah tertentu saja.

Di Desa Glagaharjo penyandang disabilitas khususnya dan kelompok rentan lainnya belum memiliki pemahaman apa itu yang disebut bencana, bagaimana menyelamatkan diri dan bencana dan bagaimana mempersiapkan diri apabila terjadi bencana. Sementara itu pemerintah desa, dan tim tanggap bencana Desa belum semua memiliki pemahaman siapa yang dimaksud dengan penyandang disabilitas.

Pemerintah desa, Tim Desa Siaga Bencana, Ibu-ibu kader Desa, belum memiliki pemahaman yang baik tentang siapa yang dimaksud dengan penyandang disabilitas. Sehingga tidak mengherankan apabila keberadaan data yang ada di desa menunjukkan jumlah yang hanya sedikit. Data jumlah penyandang disabilitas ini diperoleh dari informasi yang diperoleh dari desa, namun belum diperoleh detail data karakteristik penyandang disabilitas.  Data penyandang disabilitas yang terinci nama, alamat, umur. Data yang selama ini dimiliki hanya data yang diambil dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ) milik Kemensos. Yang telah terdata adalah penyandang disabilitas yang berasal hanya keluarga miskin atau  yang tercatat sebagai bagian penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) saja. Berdasarkan informasi ini diperkirakan masih ada penyandang disabilitas yang belum terdata.

Kebutuhan pendataan penyandang disabilitas dengan detail karakteristiknya sangat penting diperoleh, sehingga masyarakat Desa Glagaharjo memiliki peta keberadaan penyandang disabilitas. Lebih lanjut apabila terjadi bencana maka berdasarkan data ini bisa menjadi pedoman tim Tanggap Bencana untuk melakukan evakuasi ketika terjadi bencana, serta memberikan layanan yang baik pada penyandang disabilitas.

CIQAL, dengan dukungan Australian Volunteer Program, menjawab persoalan ini dengan melakukan pendataan. Adanya data pendataan dan asesmen penyandang disabilitas di Desa Glagaharjo dengan melibatkan Kader Desa.

Pendataan dilakukan oleh kader PKK dengan disupervisi oleh kepala dusun dan pemerintah desa, melakukan pendataan penyandang disabilitas di Desa Glagaharjo. Sebelum dilakukan pendataan, maka disiapkan tools pendataan dan pelatihan bagi Kader Desa yang mewakili setiap pedukuhan  untuk melakukan pendataan dan asesmen penyandang disabilitas.

Kesiapsiagaan Bencana Desa Glagaharjo: Pendataan Penyandang Disabilitas
Pelatihan Penggunaan Tools Pendataan Disabilitas. (Foto koleksi CIQAL)

Data penyandang disabilitas Desa Glagaharjo yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai berikut:

Data Penyandang Disabilitas di Desa Glagaharjo
Data Penyandang Disabilitas di Desa Glagaharjo. (Sumber: Desa Glagahargo/CIQAL)
Foto bersama di Kalurahan Bangunjiwo
FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana

FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana dan Covid-19 di Tingkat Desa. Merupakan kegiatan yang dilaksanakan CIQAL mendekati akhir tahun 2022. Kegiatan dilakukan di 2 desa (kalurahan) di Kabupaten Bantul. Yakni Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong dan Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan.

FGD di Kalurahan Srihardono dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2022. Kegiatan dilaksanakan di GOR Kalurahan Srihardono. Dapal FGD tersebut, hadir pemerintah Kalurahan, para kepala dukuh, kader, FPRB, dan penyandang disabilitas Kalurahan Srihardono, serta Babinkamtibmas Pundong.

FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana
FGD di Kalurahan Srihardono. (Foto koleksi CIQAL)

 

FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana
FGD di Kalurahan Srihardono. (Foto koleksi CIQAL)

Sedangkan FGD di Kalurahan Bangunjiwo dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 2022, bertempat di aula kalurahan. Kegiatan dihadiri, selain dari pemerintah kalurahan Bangunjiwo, juga dihadiri para kepala dukuh, kader, FPRB, dan penyandang disabilitas Kalurahan Bangunjiwo, serta Babinkamtibmas Kasihan.

FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana
Foto bersama setelah FGD di Kalurahan Bangunjiwo. (Foto koleksi CIQAL)

 

FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana
Proses Diskusi di Kalurahan Bangunjiwo. (Foto koleksi CIQAL)

Adapun tujuan diadakannya FGD ini adalah, pertama, untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pelindungan penyandang disabilitas dalam penanganan bencana dan covid-19 di Kalurahan Srihardono dan Kalurahan Bangunjiwo. Kedua, untuk mendapatkan gambaran tentang tantangan, kesulitan, dan hambatan dalam pelaksanaan pelindungan penyandang disabilitas dalam penanganan bencana dan covid-19.

Kegiatan FGD Implementasi Pelindungan Penyandang Disabilitas dalam Bencana di tingkat desa ini dilakukan CIQAL dengan bekerja sama dengan Pemerintah Kalurahan Srihardono dan Pemerintah Kalurahan Bangunjiwo. Kegiatan didukung oleh Disability Rights Fund (DRF).

Data Disabilitas Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo
Data Disabilitas Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo

Data Disabilitas dalam SIMDIS Desa Kepuharjo. SIMDIS atau Sistem Informasi Manajemen Data Disabilitas Desa Kepuharjo merupakan sistem yang memuat informasi tentang penyandang disabilitas di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Data Disabilitas Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo

Dalam SIMDIS Desa Kepuharjo terdapat informasi data pilah penyandang disabilitas di Desa Kepuharjo. Data Disabilitas dalam SIMDIS ini saat ini berupa 2 kategori data. Pertama, data penyandang disabilitas berdasarkan atas ragam disabilitas. Kedua, data berdasarkan range usia penyandang disabilitas di Desa Kepuharjo.

Data-data tersebut terpilah berdasarkan jenis kelamin dan berdasarkan dusun. Perlu diketahui bahwa Desa Kepuharjo terdiri dari 8 dusun, yakni Dusun Batur, Dusun Jambu, Dusun, Kaliadem, Dusun Kepuh, Dusun Kopeng, Dusun Manggong, Pagerjurang, dan Dusun Petung.

Pengembangan SIMDIS Desa Kepuharjo ini merupakan inisiasi CIQAL bersama Pemerintah Desa Kepuharjo, dengan dukungan Yakkum Emergency Unit (YEU).

Pengembangan SIMDIS ini merupakan inovasi untuk mengantisipasi dampak buruk pada penyandang disabilitas melalui penyediaan informasi. Dengan adanya SIMDIS ini, Tim Siaga Bencana sudah bisa memetakan keberadaan kelompok penyandang disabilitas. Dengan peta keberadaan penyandang disabilitas ini akan lebih memudahkan dalam proses penyelamatan di mana penyandang disabilitas seharusnyalah diutamakan dalam proses penyelamatan. Data disabilitas juga berguna untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan yang disesuaikan dengan ragam dan hambatan yang dimiliki penyandang disabilitas. Termasuk jika harus menempatkan penyandang disabilitas di dalam shelter.

Selain itu, keberadaan data juga berpengaruh dalam menentukan dan melaksanakan program-program pemerintah maupun pemerintah desa.

Ketersediaan system informasi Ini juga untuk meminimumkan stigma negatif pada penyandang disabilitas apabila rumahnya diberi stiker atau tanda bahwa penghuninya ada penyandang disabilitas.

Harapannya, adanya system informasi ini juga bisa menjadi media edukasi kebencanaan secara online yang bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Sistem Informasi Disabilitas (SIMDIS) Desa Kepuharjo bisa diakses dengan link: https://simdis.desakepuharjo.id/

Mitigasi Bencana Merapi Yang Inklusif Disabilitas

Mitigasi bencana Merapi yang inklusif disabillitas. Merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan CIQAL terkait program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang inklusif disabilitas.

Mitigasi bencana sendiri merupakan segala upaya untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi bencana Merapi ini dilakukan di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Desa Kepuharjo sendiri berjarak 5 km dari pusat Kecamatan Cangkringan, dan 28 km dari Kabupaten Sleman. Desa Kepuharjo terbagi menjadi 8 dusun, yaitu Kaliadem, Jambu, Petung, Kopeng, Batur, Pagerjurang, Kepuh, dan Manggong

Desa Kepuharjo merupakan Kawasan Rawan Bencana (KRB) tiga dari puncak gunung Merapi. Pada tahun 2010, Kepuharjo merupakan desa yang porak poranda karena diterjang awan panas yang masyarakat setempat menyebutya wedus gembel.

Sebenarnya, selain letusan Gunung Merapi, potensi bencana yang sampai saat ini sering terjadi di Kepuharjo adalah angin puting beliung.

Program Mitigasi bencana Merapi yang inklusif disabillitas ini dilakukan CIQAL dengan dukungan Yakkum Emergency Unit (YEU). Kegiatan yang dilakukan dalam program ini antara lain adalah memberikan penguatan kepada penyandang disabilitas, pemerintah desa dan Tim Destana. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk memberikan prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan kepada penyandang disabilitas dalam setiap tahapan proses penanganan bencana.  Prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan yang dimaksud diberikan sesuai dengan kebutuhan dari penyandang disabilitas. Penguatan ini dilakukan dengan memberikan edukasi, pelatihan, dan simulasi penyelamatan penyandang disabilitas dalam situasi darurat kepada masyarakat.

Mitigasi Bencana Merapi Yang Inklusif Disabilitas

 

Kegiatan

Dalam program ini dilakukan beberapa kegiatan.  Pertama, pembuatan system informasi desa yang berisi data penyandang disabilitas serta informasi kebencanaan. Kedua, bersama dengan Kader Desa dalam memetakan keberadaan penyandang disabilitas dan karakteristiknya.

Ketiga, menguatkan lebih lanjut Kelompok Disabilitas Desa (KDD) dalam berorganisasi untuk menjembati berbagai komunikasi antara penyandang disabilitas  dengan pemerintah desa dan stakeholder lainnya.

Keempat, melakukan pelatihan kebencanaan yang inklusif serta penyusunan standard operasional penyelamatan penyandang disabilias pada saat bencana.

Kegiatan mitigasi bencana Merapi yang inklusif disabillitas bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas saat terjadinya bencana. Harapannya, dalam penanganan bencana di desa Kepuharjo bisa lebih inklusif disabilitas. Jadi, tidak ada penyandang disabilitas yang tertinggal dalam penanganan bencana, baik erupsi Merapi maupun bencana lainnya. Dan sebenarnya perlindungan serta pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam kondisi bencana ini, telah diatur dalam berbagai kebijakan.

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas
Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas merupakan wujud dari pemenuhan hak penyandang disabilitas atas akses keadilan.

Layanan Peradilan yang inklusif sendiri merupakan layanan peradilan yang memastikan adanya kesetaraan dan penghargaan atas perbedaan (termasuk disabilitas) sebagai bagian dari keberagaman. (Selanjutnya, dalam dalam artikel ini, menggunakan istilah peradilan yang inklusif)

Prinsip dasar Layanan Peradilan yang inklusif adalah prinsip equality before the law (setiap orang sama dan setara kedudukannya di hadapan hukum). Artinya, bahwa tidak boleh ada diskriminasi dalam proses peradilan atas dasar apapaun termasuk atas dasar disabilitas.

Layanan Peradilan yang Inklusif Disabilitas

Dasar Hukum

Dasar hukum layanan peradilan yang inklusif adalah:

  1. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di  dalam hukum”
  2. CRPD (The Convention on the Rights of Persons with Disabilities/Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas): Pasal 3, Pasal 12-13
  3. UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: Pasal 9
  4. PP No. 39 Tahun 2O2O tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan.

Ciri-Ciri Layanan Peradilan yang Inklusif

Sistem peradilan yang inklusif memiliki ciri-ciri bahwa setiap layanan dapat diakses oleh semua orang tanpa membedakan kondisi-kondisi tertentu. Termasuk di dalamnya dalah kondisi dari kelompok rentan.

Ciri lainnya, bagi penyandang disabilitas, layanan peradilan yang inklusif berarti bahwa tidak ada hambatan dan diskriminasi. Hal ini diwujudkan dengan:

  1. adanya perspektif disabilitas dari penyedia layanan
  2. adanya penghormatan atas martabat yang melekat
  3. adanya pengakuan sebagai subyek hukum
  4. tersedianya sarana & prasarana yang aksesibel
  5. tersedianya akomodasi yang layak (sesuai dengan ragam dan kebutuhan penyandang disabilitas).

Prinsip Layanan Disabilitas dalam Proses Peradilan

Hal yang menjadi prinsip layanan disabilitas dalam proses peradilan adalah:

  1. Adanya kemudahan akses bagi penyandang disabilitas dalam setiap proses peradilan
  2. Adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memudahkan dal setiap proses peradilan. Sarana dan prasarana yang dimaksud harus disesuaikan dengan ragam disabilitas, serta kebutuhan dan hambatan dari penyandang disabilitas.

Hal yang tak kalah penting dalam mewujudkan layanan peradilan yang inklusif, termasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas, adalah:

  1. Perlunya peningkatan kapasitas sumber daya lembaga peradilan
  2. Adanya kemitraan antara lembaga peradilan, pengada layanan, dan organisasi disabilitas.

Note: Infografis Layanan Peradilan yang Inklusif dapat diunduh di sini.

 

Translate »